Pantas kalau citra dokter kritis dan tajam melekat padanya.
Akibatnya, “Banyak lika-likunya, karena saya berhadapan dengan manusia yang juga punya sudut pandang dan kepentingan yang beda-beda.”
“Sama-sama ngomong gizi aja, bisa ramai, ha-ha-ha. Nah, yang menjadi pegangan saya cuma satu, manusia tidak boleh menjadi sarana bagi manusia lain, manusia itu adalah tujuan bagi dirinya sendiri,” jelas dr. Tan.
Baca Juga : Mengamuk di Studio, Irfan Sbaztian Bongkar Penyebab Putusnya dengan Elly Sugigi Gara-Gara Mantan
Namun, perempuan 55 tahun ini santai-santai saja.
Dia sama sekali tak merasa terganggu jika metode pengobatannya dikerling miring—bahkan oleh rekan sejawat.
“Ha-ha-ha, I’m happy with that. Orang Indonesia memang riskan kalo jadi kritis, kan. Karena perkembangan kesadaran moral rata-rata kita masih dalam tahap orientasi apa kata kelompok.”
Baca Juga : Kisah Masa Kecil The Sacred Riana Bertemu Bonekanya Dijadikan Film, Proses Pembuatannya Berlangsung Sunyi