NOVA.id – Tak selamanya, perusahaan besar menjanjikan kesejahteraan para karyawannya, terutama dalam memberi upah.
Bahkan, dari beberapa perusahaan besar ada yang tega tidak membayar upah para karyawan yang telah membesarkan namanya.
Inilah yang dialami oleh Warni dan Yayat, dua pekerja pabrik garmen Indonesia yang membuat pakaian Uniqlo selama bertahun-tahun.
Baca Juga : Desain Interior: Punya Rumah Mewah, Ussy Sulistyawati Justru Takut dengan Kolam Renangnya! Kenapa?
Keduanya berada di Kopenhagen sebagai bagian dari kampanye global PayUp Uniqlo.
Mereka menuntut agar merek tersebut memenuhi utang kepada pekerja setelah penutupan pabrik mereka yang dilakukan secara mendadak pada 2015.
Kunjungan Warni dan Yayat bertepatan dengan pembukaan toko Uniqlo pertama di Denmark pada 5 April di mana CEO Tadashi Yanai diharapkan hadir.
Baca Juga : OOTD Artis: Foto Sama Penggemar, Nagita Slavina Pakai Anting Seharga Dp Mobil
Pendukung diminta untuk meninggalkan pesan di halaman facebook Uniqlo.
Bukti yang diperoleh dari pabrik menegaskan bahwa Uniqlo adalah pembeli utama pabrik Jaba Garmindo di Indonesia, yang ditutup tidak lama, setelah Uniqlo mulai menarik pesanan tanpa peringatan atau penjelasan kepada para pekerja.
Pendiri dan CEO perusahaan induk Uniqlo, Tadashi Yanai, diperkirakan memiliki kekayaan bersih AS$19,3 miliar, menjadikannya orang terkaya kedua di Jepang.
Baca Juga : Dihadapan Ivan Gunawan, Anak Ayu Ting Ting Akui Ingin Punya Papa Shaheer Sheikh
Uniqlo sekarang menghasilkan miliaran dolar yang menjadi keuntungan bagi para pemegang sahamnya, tetapi masih terus menolak untuk membayar utang mereka kepada mantan pekerja Jaba Garmindo.
Informasi lebih lanjut dapat ditemukan di halaman kampanye Pay Up Uniqlo.
Wah, semoga tidak semakin banyak ya, korban dari Uniqlo ini!(*)
Artikel ini telah tayang di laman intisari dengan judul Warni dan Yayat, Buruh Pabrik Indonesia yang Berdemo saat Pembukaan Toko Uniqlo di Denmark, Menagih Hak Mereka