1. Mengadu ke lembaga atau polisi
Jika KDRT masih ringan, maka disarankan untuk menemui konsultan perkawinan atau psikolog.
Namun jika dirasakan bahwa kekerasan yang dialami pada tingkat berbahaya, kita tak hanya harus bercerita pada orang terdekat, tetapi lebih baik mengadu ke lembaga yang menangani kasus kekerasan.
Beberapa lembaga yang bisa dihubungi untuk kasus ini adalah LBH APIK (Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan), Komisi Nasional Peradilan Anak dan Perempuan.
Kita juga disarankan untuk melaporkan ke pihak yang berwajib, dan membawa saksi serta bukti.
Baca Juga: Buka Penutup Matanya di Depan Media, Thareq Habibie Ungkap Kondisi Matanya yang Rusak
2. Melawan Secara Fisik
Sebagian korban KDRT memilih diam karena merasa takut.
Namun melakukan perlawanan secara fisik bisa dilakukan untuk mempertahankan diri.
"Pembelaan ini harus dalam kondisi berimbang, dalam arti tidak mungkin pelaku KDRT yang melakukan kekerasan tanpa senjata, dilawan oleh korban dengan sejata tajam atau api.
Hal ini yang disebut pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang berlangsung disebabkan oleh keguncangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana," kata Flora Dianti, Pengamat Hukum Pembuktian Pidana.
Tetangga sekitar yang mengetahui adanya KDRT pun bisa membantu melakukan tindakan.
"Kita yang jadi tetangga kanan-kiri harus ikut memikirkan.
Caranya, ya cari tahu dulu ke korbannya, tanya persoalannya apa dan apa yang bisa kita bantu. Dimulai dari situ dulu," tutur Yuniati Chuzaifah, Wakil Ketua Komisioner Komnas Perempuan.
Baca Juga: Ibunda Meninggal Dunia, Rio Febrian Minta Maaf Tak Bisa Dampingi di Saat Terakhirnya
Jadi Sahabat NOVA, tak hanya harus berani berbicara dengan orang sekitar, tetapi peka terhadap lingkungan kita bisa mengatasi kekerasan terhadap seseorang, terutama pada perempuan. (*)