Mengenal Slow Fashion, Cara Kekinian untuk Kurangi Limbah Fashion

By Tentry Yudvi Dian Utami, Minggu, 10 November 2019 | 15:00 WIB
Mengenal Slow Fashion, Cara Kekinian untuk Kurangi Limbah Fashion (belum finish) ()

NOVA.id - Mungkin sebagian dari kita masih belum banyak yang paham dengan kehadiran slow fashion, karena masih jarang dibahas.

Namun, kehadiran slow fashion ini sangat membantu untuk mengurangi limbah fashion, menghidupi pekerja fashion, dan mengurangi kejahatan terhadap lingkungan. 

Oscar Lawata sebagai desainer fashion menjelaskan jika produk slow fashion itu merupakan produk yang tidak diproduksi secara masal seperti pada produk retail fashion.

Baca Juga: 5 Tips Memilih Busana Ramah Lingkungan yang Nyaman dan Tetap Gaya

Lima Lipstik Lokal Multifungsi (NOVA/Irfan Maki)

“Pengerjaannya masih ada yang menggunakan tangan. Tidak diproduksi banyak, dan enggak terlalu mengikuti musim,” jelasnya.  

Ia juga menjelaskan jika awal mulanya, fashion itu lahir dari rumah mode desainer.

Pekerja yang bekerja untuk desainer itu pun tidak banyak, sehingga produk tidak terlalu banyak diproduksi, sehingga harganya pun jadi mahal. 

Namun, itu semua beda cerita saat rumah mode tersebut sudah dibeli oleh retail fashion, yang kemudian memproduksi produk secara instan.

”Kaya makanan aja deh, kalau fast food itu sehat enggak? Ya, sama, fashion juga kalau diproduksi terlalu banyak, itu sudah enggak sehat,” jelasnya.

Baca Juga: Desainer Ini Hadirkan Le Noir dengan Konsep Busana Serba Hitam di IMF 2019

Membumikan Fashion

Mengenal Slow Fashion, Cara Kekinian untuk Kurangi Limbah Fashion (belum finish) ()

Ya, saat pakaian sudah diproduksi secara massal, itu akan memberikan pengaruh besar terhadap kualitas dan pekerja fashion itu sendiri.

Tak hanya itu, retail fashion itu sangat lekat dengan pemakain bahan seperti polyester, yang berasal dari plastik.

Bahan tersebut menurut Chitra Subiyakto, Art Director Sejauh Mata Memandang, tidak bisa hancur sehingga menambah limbah fashion yang sudah menumpuk.

Baca Juga: Lewat Semangat Masa Muda, Bonolo dan Kasual Rayakan Hari Sumpah Pemuda

“Adanya slow fashion juga membuat fashion seperti manusia. Fast fashion itu bisa 3 bulan sekali ganti tren, orang juga sering ganti baju buat konten di Instagram. Slow fashion itu menyadarkan kita semua untuk bernapas dan step back,” jelasnya.

Sebab, saat brand memilih untuk memproduksi slow fashion, maka dia harus berdamai dengan musim.

Sebab, musim adalah tanda jika busana yang diproduksi oleh brand itu harus ganti, sesuai dengan musimnya.

Dari sanalah, tren fast fashion pun berganti-ganti sesuai dengan empat musim yang ada di dunia yakni kemarau, semi, dingin, dan hujan.

Baca Juga: Bikin Beda JFW 2020, Tinkerlust Hadirkan Parade Busana Upcycling

Menghidupkan Pekerja

Mengenal Slow Fashion, Cara Kekinian untuk Kurangi Limbah Fashion (belum finish) ()

Produk fast fashion dibuat begitu masif yang membutuhkan banyak pekerja di dalam sebuah pabrik.

Dan, sayangnya, upah para pekerja di balik produksi fast fashion itu pun tentunya patut dipertanyakan kesejahteraanya.

Sebab, semakin banyak produk yang diproduksi, maka ada kemungkinan para pekerja pun diupah minim.  

Baca Juga: Limbah Fashion Mengancam, Teknik Upcycling Jadi Solusi Andalan

Oleh karena itu, produk slow fashion biasanya akan lebih mahal dibandingkan fast fashion itu sendiri.

“Kalau beli baju harganya Rp50.000, itu harus dipertanyakan berapa upah pekerjanya, bahannya seperti apa. Karena, kalau slow fashion itu memang mahal, karena itu sebagai apresiasi untuk pekerja fashion,” jelas Citra.

Ya, produk slow fashion masih banyak diproduksi dengan tenaga tangan dan membutuhkan keahlian yang perlu diapresiasi.

Baca Juga: Prada Umumkan Rencana untuk Luncurkan Koleksi Tas Nilon dari Plastik Daur Ulang

 

Upcycling

Salah satu konsep nyata dari produk slow fashion adalah produksi bahan dengan metode upcycling.

Beberapa tahun belakangan ini, brand lokal pun sudah memakai teknik ini untuk memaksimalkan bahan-bahan sisa produksi yang masih bisa dipakai.

Konsep upcycling itu sendiri merupakan teknik pemanfaatan sisa produksi dengan melakukan desain ulang dan modifikasi hingga menjadi produk baru.

Baca Juga: Tampil Bergaya dengan Barang Mewah Harga Murah, Berburu Barang Preloved Saja yuk! 

Di perhelatan Jakarta Fashion Week 2020, Chitra pun menghadirkan teknik tersebut dalam koleksi bertemakan Daur.

Sebanyak 24 looks yang dihadirkan oleh Sejauh Mata Memandang, semua busananya masih identik dengan koleksi lamanya.

Yang menjadi andalan Citra kali ini adalah penggabungan bahan dalam satu busana. ”Jadi ada penggabungan dari bahan sisa kain produksi kemarin. Satu baju, kanan dan kirinya itu berbeda-beda. Padahal, bahan yang dipakai sama dengan koleksi sebelumnya, tapi bentuknya seperti baru,” jelasnya.(*)