"Saya hanya membawa 3 slop rokok, itu sebanyak 600 stik dan tertulis di flight attendant service guide book dimana barang itu legal dan aturannya boleh membawa sebanyak 600 stik," terangnya.
"Di pihak Jeddah kena random check namun hanya dibuang (dimusnahkan) dan diperbolehkan dari mereka. Boleh Anda membawa tapi satu, saya tidak membayar pinalti, tidak masuk ke media, ada kepolisian yang menangkap kami bahwa kami melakukan tindakan kriminal," lanjutnya.
"Setelah itu kita diperbolehkan untuk kembali dan diperingatkan hanya boleh satu. Namun setelah kejadian itu dipermasalahkan oleh Garuda bahwa kami membawa dagangan, dll. Kembali lagi segala hukum tidak bisa dipukul sama rata. Saya di sini sangat menyesal pihak Garuda memPHK kami secara sepihak tanpa memberi peringatan terlebih dahulu paling tidak. Saya tidak pernah melakukan apapun di Garuda tapi langsung saya dikeluarkans dengan sewenang-wenang," keluh sang mantan pramugari.
Ia juga mengaku tak mendapat Surat Peringatan 1 seperti yang termuat pada surat perjanjian kerja sama tetapi langsung dipecat.
"Padahal diperjanjian kerja sama, kita harusnya diberi SP 1 tapi kami langsung diberi beban menjatuhkan nama baik perusahaan. Padahal kami tidak membawa barang-barang ilegal atau yang dilarang Jeddah," lanjutnya.
"Kasus saya sudah sampai dimediasi tiga kali. Keputusan PHK telah diberikan oleh Bapak AA karena kami ada di serikat IKAGI. Orang manajemen bilang bahwa keputusan itu dari bapak AA. Mediasi yang kedua, pihak manajemen menyarankan untuk memberikan surat permohonan maaf. Kalau mood Bapak AA bagus maka permohonan akan diterima. Namun apa bila mood dia adem kita bisa masuk kembali kalau lagi sakit gigi kita nggak akan dikerjakan kembal," ungkap Anggi.
"Pihak manajemen dan saya tidak mau negatif thinking karena dari mulut mereka sendiri berkata bahwa ini kehendak bapak AA titik gitu aja," pungkas pramugari Garuda Indonesia yang belum lama ini dipecat. (*)