NOVA.id - Di tengah pandemi virus corona, hampir seluruh sektor ekonomi terdampak.
Tidak terkecuali UMKM yang digerakkan oleh perempuan-perempuan tangguh Indonesia.
Namun ternyata, selain tantangan pandemi, ada beberapa tantangan lain yang menahan peran perempuan untuk berkembang melalui UMKM.
Baca Juga: Kemenkop Luncurkan Gerakan Toko Bersama untuk Bantu Pulihkan Toko dan Warung Kelontong
Hal ini diungkap oleh Dian O. Wulandari, Co-Founder Interstellar & Womenwill Lead GBG Jakarta dalam webinar bertajuk Mendorong Peran Perempuan di UMKM, Selasa (11/08).
Dian mengambil kesimpulan tersebut dari berbagai riset dan pengalamannya yang sudah berkecimpung dalam pemberdayaan perempuan selama ini.
Ia melihat bahwa perempuan-perempuan tangguh yang bergerak sebagai seorang wirausahawan memiliki gap atau jarak.
Baca Juga: Cara Gampang Beli Takjil dan Jajan dari Rumah Sekaligus Bantu UMKM
"Kalo dari perempuan memang tingkat ketangguhannya tinggi.
Cuma yang kami sering hadapi di lapangan itu perempuan masuk ke bisnis karena necessity driven (kebutuhan ekonomi), bukan karena opportunity driven (kesempatan mengembangkan diri).
Misalnya yang tadinya pendapatan di suami sekarang harus cari penghasilan sendiri, atau di PHK seperti yang terjadi sekarang," ujarnya.
Dari gap inilah muncul beberapa tantangan akses yang menghambat peran perempuan terutama di wilayah untuk berkembang, yaitu:
1. Akses pendidikan
Banyak perempuan wirausahawan UMKM tidak memiliki basis pengetahuan soal model bisnis bahkan pengaturan uang secara sederhana.
Hal ini berbanding terbalik dengan perempuan dengan opportunity driven yang bisa saja sudah mengenyam pendidikan tinggi di jurusan bisnis.
2. Akses pembiayaan (paling penting)
Data yang ada menunjukkan bahwa hanya 20 persen perempuan wirausahawan UMKM yang mendapat bantuan atau suntikan modal dari institusi formal.
Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah menyinggung adanya skema bantuan untuk perempuan penggerak UMKM yang akan segera dijalankan.
3. Akses ke pelatihan
Banyak wirausahawan perempuan yang masih tidak tahu bagaimana cara mengelola bisnis yang tepat, bagaimana pemasaran produk yang baik, dan sebagainya.
Oleh karena itu, Dian berharap pemerintah bisa menggiatkan program pelatihan wirausaha untuk para perempuan di UMKM ini.
4. Tingkat kepercayaan diri
Aspek psikologi ini juga berpengaruh besar pada perkembangan perempuan sebagai wirausahawan.
Dian melihat, pada umumnya atau secara tradisional, perempuan dipandang lebih tidak banyak terjun dan mengelola bisnis.
Ini bisa berpengaruh pada kepercayaan diri saat berbicara dan negosiasi.
Dari segi bisnis, perempuan-perempuan necessity driven juga tidak terlalu ambisius untuk mengembangkan bisnis lantaran sudah merasa cukup dengan pendapatan saat ini.
Terakhir, juga ada kekhawatiran tidak bisa membagi waktu jika bisnisnya terlalu berkembang walaupun keuntungan dan pengembalian kredit atau modal berjalan baik.
Baca Juga: Semua Bisa Terhubung, Kampanye Dukungan Giladiskon untuk UMKM Retail
Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.
Yuk, langsung langganan bebas repot di Grid Store.(*)