Mengenal Delirium, Kondisi Otak yang Disebut Gejala Baru Covid-19

By Content Marketing, Senin, 14 Desember 2020 | 23:47 WIB
Ilustrasi terkena Covid-19 (Freepik)

Jika mengalami delirium, seseorang perlu mendapat penanganan intensif. Sebab, gejala delirium yang tidak diketahui penyebabnya dapat meningkatkan risiko kematian atau kecacatan jangka panjang.

“Orang yang sudah teratasi delirium, masih mungkin mengalami gejala sisa berupa perubahan kognitif (kemampuan berpikir) maupun gangguan mood (suasana perasaan) yang sifatnya menetap hingga satu tahun pasca kejadian," ujar Gina.

 Baca Juga: Gejala Disleksia pada Anak Sekolah Dasar, Jangan Disepelekan!

Di samping itu, Gina menyebut, penanganan penderita delirium juga harus disesuaikan dengan penyebabnya. Misalnya ketika disebabkan oleh infeksi, maka pengobatan yang dilakukan harus berfokus pada sumber infeksinya.

Tetapi, jika disebabkan oleh permasalahan psikologis, maka perlu dilakukan pengobatan melalui bantuan psikater atau tenaga medis yang relevan.

"Bila pasien mengalami gaduh gelisah, baru diberikan obat-obatan psikiatri sesuai dengan derajat gaduh gelisahnya," ujar Gina.

Lebih lanjut, pasien yang terkena delirium juga tetap harus mendapatkan cahaya matahari serta udara segar guna memperbaiki kondisi fisik dan mentalnya.

Baca Juga: 3 Tips Pintar Atur Uang agar Bisa Bebas Finansial di Usia Muda

"Orang dengan delirium juga perlu dirawat di ruangan yang nyaman, cukup pencahayaan dan tenang, suhu ruangan yang hangat," tutup Gina.

Mengingat gejala dan dampak Covid-19 sangat bervariasi serta sulit diidentifikasi, tidak ada salahnya jika Anda menjaga diri dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan.

Disiplin untuk mengenakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan (3M) masih menjadi yang paling efektif untuk menghindarkan diri dari infeksi Covid-19 dan dampaknya.