NOVA.id - Kenaikan kasus harian COVID-19 dalam beberapa minggu belakangan ini melonjak tajam akibat munculnya varian baru omicron.
Padahal sebelumnya, masyarakat bisa sedikit bernapas lega kala mendapati angka penurunan signifikan di bulan November – Desember 2021 lalu. Sayangnya, kini kecemasan itu kembali hadir karena varian baru yang disebut lebih menular ini.
Sehingga harapan masyarakat untuk kembali hidup normar kembali pupus. Apalagi kini pemerintah juga kembali membatasi kegiatan hingga kembali menerapkan kebohakan PPKM level tiga di beberapa kota seperti Jakarta dan Bandung.
Namun, tak bisa dimungkiri kebijakan ini menimbulkan lagi rasa bosan dan penat yang seakan tak berujung. Padahal, sejumlah penelitian menunjukkan bahwa kesepian dan mengisolasi diri selama pandemi turut menjadi pemicu gangguan kesehatan mental yang banyak dialami oleh mereka yang masih tergolong di dalam kelompok usia produktif.
Merespon hal tersebut, Bobobox menggelar sesi diskusi virtual pada Senin (21/02) bersama Prita Yulia Maharani, seorang psikolog klinis yang saat ini tengah aktif memberikan sesi konseling online melalui aplikasi Riliv dengan mengangkat tema ‘Building Resilience Through Wellness Tourism’.
Di sana Prita menuturkan keresahannya. Katanya meskipun banyak yang menyadari mengenai isu kesehatan mental, namun keinginan masyarakat untuk mengunjungi fasilitas konsultasi psikolog justru masih mini.
Hal ini tak lepas dari stigma yang sudah mengakar dengan mendefinisikan bahwa mereka yang pergi ke fasilitas psikologi adalah orang yang memiliki penyakit kejiwaan.
“Padahal, munculnya rasa cemas berlebihan, rasa ketidakamanan (insecure), insomnia hingga terbangun tiba-tiba di tengah tidur merupakan beberapa gejala yang mengindikasikan bahwa seseorang tengah mengalami gangguan mental dan perlu segera mengunjungi fasilitas psikolog,” ucap Prita.
Akhirnya perubahan dan ketidakpastian yang terjadi seiring pandemi COVID-19 turut memunculkan fenomena baru seperti pandemic fatigue seiring dengan burnout yang juga kerap dialami para pekerja. Hal tersebut tentunya menjadi ancaman baru bagi kesehatan mental masyarakat saat ini.
Baca Juga: Siap Jadi Pusat Wisata Kesehatan, Ini Tahap Pembangunan Bali International Hospital
Sehingga Wellness Tourism, sebuah konsep wisata yang bertujuan untuk memberikan pengalaman wisata yang memungkinkan seseorang mendapatkan kesejahteraan fisik, psikologi, dan spiritual, pun hadir sebagai alternative dan solusi bagi masyarakat.