NOVA.id - Jenazah anak Ridwan Kamil, Emmeril Khan Mumtadz (Eril) dimakamkan pada Senin (13/06) siang. Jenazah Eril dimakamkan di Desa Cimaung, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung.
Sebelum dimakamkan, jenazah Eril terlebih dahulu diazankan. Setelah itu, Ridwan Kamil menjatuhkan tanah ke liang kubur Eril, dan diteruskan oleh petugas makam.
Usai prosesi pemakaman Eril di Cimaung tersebut, Ridwan Kamil dan istrinya, Atalia Praratya, kemudian menaburkan bunga melati di atas makam sang putra.
Adik Eril, Camillia Laetitia Azzahra, juga ikut menabur bunga di atas makam Eril, yang kemudian diikuti kakek dan neneknya.
Dalam kesempatan itu, Ridwan Kamil turut menyampaikan perasaan cinta kepada sang putra.
"Izinkan saya menyampaikan sepenggal rasa cinta siapa itu Eril dan apa hikmah dari kepergian Eril," ujar Ridwan Kamil.
Berikut ini ungkapan hati Ridwan Kamil dalam prosesi pemakaman Eril di Cimaung.
14 hari bisa terasa pendek dalam hidup rutin yang sehari-hari, tapi 14 hari ini menjadi begitu panjang dalam kehidupan kami. Kami bertanya-tanya mengapa harus selama ini ya Allah? Mengapa tidak lebih cepat agar semua lekas berlalu supaya kami yang hidup tidak terlalu lama mengharu biru?
Baca Juga: Ratusan Pelajar Iringi Jenazah Eril Menuju Pemakaman Keluarga di Cimaung
Tapi waktu adalah rahasia Allah yang muskil bisa dipecahkan apalagi menyangkut tentang kelahiran dan kematian. Waktu adalah relatif, begitulah kata orang-orang yang arif. Dan akhirnya kami menerimanya dengan hati yang lapang, sebab kami bisa menemukan banyak sekali petunjuk yang terang.
Dalam rentang 14 hari yang sejujurnya sangat melelahkan, tapi kami pun mendapat banyak pelajaran dan menerima kearifan. Tentang hidup Eril yang secara kasat mata rasanya terlalu singkat, tapi setelah dicermati ternyata kehidupannya sangat padat penuh manfaat.
23 tahun mungkin belum cukup untuk menghasilkan karya-karya yang besar, namun terbukti ternyata memadai untuk menjadi manusia yang dicintai dengan akbar.
Kami belajar tentang hidup yang tidak semata terdiri atas lamanya hari, tapi tentang tiap hela napas yang dipakai berbuat baik walau kecil dalam sehari-hari.
Kami mengikhlaskan Eril pergi karena kami akhirnya menyadari bahwa Allah telah mencukupkan seluruh amal-amalnya untuk menutupi kemungkinan bertambah kekhilafannya. Mungkin akan berat, tapi kami sebenarnya sudah menyiapkan hati kalau kami tidak akan pernah lagi melihat jasadnya untuk terakhir kali.
Bukankah Eril lahir di New York yang jauh di seberang, mengapa tidak jika ia wafat di Swiss yang jauhnya juga tak berbilang? Bukankah setiap jengkal tanah adalah milik Allah yang menentukan segala pergi dan pulang?
Luncuran doa yang dipanjatkan dari berbagai penjuru negeri adalah limpahan pertanda yang lebih dari cukup bagi kami untuk yakin barangkali Allah memang yang mengkhendaki agar kepulangannya disambut baik langit dan bumi.
Bagaimana mungkin kami tidak merasa dilimpahi oleh rahmat dan kurnia saat jenazah yang terbaring ini berada di air berhari-hari masih utuh lagi sempurna?
Itulah salah satu keyakinan kami bukti adanya mukjizat yang akhrinya alhamdulillah kami diberi sempat untuk melihat tanda kekuasaan Allah sang pemberi berkat, pelajaran bagi kita yang beriman dan yang pandai membaca isyarat.
Baca Juga: Duduk Bersimpuh di Hadapan Jenazah Eril, Nabila Ishma Terlihat Berbicara dengan Peti
Kematian Eril merupakan kehilangan yang sangat telak juga pengalaman yang sungguh dahsyat. Dalam momentum yang nyaris sejajar, kami merasakan kehilangan yang paling besar. Tapi seketika itu juga kami merasa dilimpahi kasih yang akbar.
Terakhir, kami sangat bersyukur dianugrahi seorang putra yang dalam hidupnya bahkan dalam pulangnya masih mendatangkan cinta kepada kami, sang orang tua.
Baca Juga: Proses Pemakaman Emmeril Kahn Mumtadz, Hanya Keluarga Inti yang Mendekat
Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.
Yuk, langsung langganan bebas repot di Grid Store.(*)