Subvarian Omicron itu diyakini sebagai penyebab naiknya kasus Covid-19 di Tanah Air satu minggu belakangan.
Bahkan jumlahnya tercatat sudah melewati 1.000 kasus. Hal ini disampaikan langsung oleh jubir Kemenkes, Mohammad Syahril.
Menyoroti kenaikan kasus tersebut, lantas separah apa gejala Omicron BA.4 dan BA.5?
Adakah gejala signifikan jika terkena Omicron BA.4 dan BA.5?
Dilansir dari Kompas.com, Prof. Zubairi Djoerban, Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menjelaskan gejala Covid-19 subvarian Omicron BA.4 dan BA.5.
Baca Juga: Kasus Covid Kembali Naik, Ini Gejala dari Omicron BA.4 dan BA.5
3. Yuk Deteksi Dini Gejala Neuropati hingga Penyebabnya, Ini Penjelasan Dokter
Dalam rangka memperingati Neuropathy Awareness Week 2022, P&G Health didukung oleh Kementerian Kesehatan dan Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) memperkenalkan kampanye Feel Life.
Kampanye tersebut terdiri dari rangkaian program termasuk simposium medis profesional kesehatan, edukasi publik dan kampanye media sosial, serta pemeriksaan gejala neuropati gratis melalui roadshow Neuropati Check Point (NCP).
Brand Director Personal Healthcare P&G Health Indonesia, Anie Rachmayani mengatakan, “Neuropathy Awareness Week merupakan momentum untuk mengingatkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang neuropati yaitu penyakit kronis yang mempengaruhi sistem saraf tepi, dengan gejala umum seperti kebas, kesemutan, rasa seperti tertusuk, dan sensasi terbakar di tangan dan kaki yang dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang.
P&G Health terus berkomitmen untuk mengedukasi masyarakat dan tenaga profesional kesehatan tentang pentingnya kesehatan saraf, deteksi dini neuropati, dan mendorong masyarakat untuk segera mendapatkan perawatan yang tepat.
Oleh karena itu, kami dengan bangga mengumumkan kampanye ‘Feel Life' dalam rangka memperingati Neuropathy Awareness Week 2022 sekaligus mengajak masyarakat untuk lebih menyadari pentingnya kesehatan saraf, deteksi dini neuropati perifer & mendapatkan pengobatan yang tepat.”
Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat – Ditjen Kesmas, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dr. Imran Agus Nurali, SpKO mengungkapkan, “Berdasarkan Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2018, proporsi penduduk Indonesia yang kurang aktivitas fisik meningkat dari 26,1% pada 2013 menjadi 33,5% pada 2018.
Artinya 1 dari 3 orang menjalani gaya hidup sedentari dan hal ini berpotensi meningkat selama pandemi yang dapat berisiko terhadap penyakit tidak menular (PTM) termasuk kerusakan saraf. Peningkatan kasus PTM secara signifikan akan menambah beban masyarakat dan pemerintah, karena penanganannya membutuhkan banyak waktu, biaya besar dan teknologi tinggi.”
Lebih lanjut, dr. Imran Agus Nurali, SpKO mengatakan, “Kampanye edukasi masyarakat dan deteksi dini PTM adalah cara yang paling efektif dan efisien untuk mengendalikan faktor risiko. Masyarakat dihimbau untuk menjadikan CERDIK dan GERMAS sebagai bagian gaya hidup mereka.
Baca Juga: Yuk Deteksi Dini Gejala Neuropati hingga Penyebabnya, Ini Penjelasan Dokter
Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.
Yuk, langsung langganan bebas repot di Grid Store.(*)