Cannabidiol inilah yang bisa jadi obat turunan ganja yang bisa dilegalkan.
Tapi ketika dilegalkan, yang akan digunakan dalam penyembuhan bukanlah cannabidiol yang diambil langsung dari tanaman ganja, melainkan yang sudah diolah secara klinis menjadi obat.
“Kata obat sendiri jadi kunci. Kalau obat berarti melekatlah sifat-sifat suatu obat. Obat itu, kan, berarti yang terstandar, harus ada ukurannya dengan dosis yang digunakan, sesuai dengan indikasi. Obat itu bisa berasal dari apa pun. Jadi ganja adalah salah satu sumber pengobatan, karena di dalam ganja ada banyak komponen,” kata Prof. Zullies saat dihubungi NOVA.
Lalu bagaimana dengan kandungan ganja yang lainnya?
Apakah juga digunakan untuk obat?
“Pendapat saya yang dibutuhkan itu hanyalah cannabidiol, karena itu yang sudah confirm sebagai obat anti kejang. But not the whole (tapi bukan keseluruhan, red.) ganja. Jadi mestinya yang dapat dilegalkan bukan tanaman ganjanya, tetapi obat yang diturunkan dari ganja dan yang sudah teruji klinis, yaitu cannabidiol,” jelas Prof. Zullies.
Nah, mungkin nanti perkembangannya bisa sama seperti “kakaknya”, yaitu morfin yang juga berasal dari tanaman opium atau candu.
Baca Juga: Kenali Penyebab Cerebral Palsy, Salah Satunya karena Ada Masalah Saat Proses Persalinan
Tanaman opium tetap masuk ke dalam narkotika golongan 1, karena memiliki daya adiktif yang sangat tinggi.
Namun morfin juga adalah obat yang legal digunakan, selama diresepkan dokter dan digunakan sesuai indikasi seperti pada nyeri kanker yang memang sudah tidak mempan lagi dengan obat penahan nyeri lain.
Tentu dengan regulasi dan pengawasan distribusinya yang ketat.
Nah, kalau sudah ada contoh pendahulunya begini, kenapa ganja dan CBD tak diberlakukan hal yang sama?
Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.
Yuk, langsung langganan bebas repot di Grid Store.(*)