"Betul (buzzer akan ditindak dan diawasi). Itu kan yang paling penting karena itu kan merusak, buzzer ini," ujar Bagja.
Bagja mengungkapkan, penyebaran berita bohong, termasuk konten-konten disinformasi, merupakan salah satu ancaman pemilu yang bakal diantisipasi oleh Bawaslu selain politisasi SARA dan politik uang.Akan tetapi, Bagja mengakui bahwa pengawasan konten disinformasi dan hoaks, termasuk gerak para buzzer yang rata-rata anonim tersebut, bukan pekerjaan gampang.
"Jika ada orang yang melakukan berita bohong, politisasi SARA, dan hoaks, bagaimana hukumnya di media sosial?"
"Pertama kami takedown, tapi susah juga, karena begitu di-takedown 1 muncul 10 lagi," ujar dia.
Bagja menyinggung soal rencana kerja sama dnegan Kementerian Komunikasi dan Informatika, media massa, serta KPU dalam hal literasi digital.
Meskipun demikian, Bagja mengakui bahwa belum tentu aktor intelektual di balik kerja-kerja buzzer itu dapat langsung terungkap.
"Ini yang susah. Tapi pasti kita akan melakukan kerja sama dengan lembaga kepolisian, Cyber Crime Mabes Polri biasanya sudah punya alatnya, atau kemudian teman-teman Kominfo," kata Bagja.
Bagja juga menyebut bahwa pihaknya akan duduk bareng dengan sejumlah perusahaan platform media sosial untuk mengawasi konten jelang Pemilu 2024.
"(Platform yang akan diajak kerja sama adalah) Facebook, Twitter, lalu Tiktok juga masuk, pasti nih. Dulu ada LINE tapi sekarang enggak lagi. Facebook, Twitter, Instagram, kemarin (pemilu sebelumnya) sudah dilakukan," kata dia.
Baca Juga: Mengenal Apa Itu Presidential Threshold dalam Pemilu, Ini Penjelasannya
Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.
Yuk, langsung langganan bebas repot di Grid Store.(*)