NOVA.id - Setiap ibu memiliki cara tersendiri dalam membangun hubungan dengan anaknya.
Cara kita mengasuh anak pun bisa mempengaruhi tumbuh kembang anak di masa depan.
Secara garis besar, ada 5 tipe ibu dengan pola asuh anak yang berbeda.
Hal ini diungkapkan oleh terapis keluarga dan psikolog klinis Dr Stephan Poulter, dilansir dari Psychologies.co.uk.
Untuk mengetahui lebih lengkap, berikut ini 5 tipe ibu beserta dampak hubungannya dengan anak.
1. Tipe ibu perfeksionis
Ibu yang perfeksionis biasanya terlalu mengontrol, takut, dan cemas.
Anak-anak dari ibu perfeksionis cenderung terlalu kritis terhadap diri mereka sendiri, merasa tidak mampu dan kosong secara emosional.
Anak dari ibu perfeksionis memiliki rasa komitmen yang kuat dalam hubungan, dan bertanggung jawab serta dapat diandalkan dalam segala hal.
Selain itu, mereka juga akan menghargai kerja keras dan ketekunan.
Meski begitu, mereka selalu merasa bahwa pendapat orang lain jauh lebih penting daripada pendapat sendiri.
Baca Juga: Menilik Kisah Inspirasi Ibu Dua Anak yang Hebat di Bidang IT, Kini Dipercaya Menjadi CEO
Mereka juga sering memiliki perasaan yang tinggi bahwa dunia sedang mengawasi dan menghakiminya.
2. Tipe ibu yang tidak bisa ditebak
Cemas, marah, dan sengat emosional. Ibu tipe ini menerapkan pola asuh berdasarkan suasana hati.
Tipe ini kerap menciptakan masalah dalam pikirannya, melalui emosi dan hubungannya, hingga kemudian meneruskan kepada anak-anaknya.
Anak dari ibu yang tidak bisa ditebak ini memiliki keterampilan yang sangat baik dan kemampuan untuk berempati.
Mereka seringkali menjadi motivator yang hebat. Pasalnya, mereka terbiasa menawarkan dukungan emosional kepada orang lain.
Namun, anak dari tipe ibu ini kerap diliputi oleh emosi seperti kemarahan, kecemasan, dan depresi. Itu karena mereka belajar sejak dini tentang cara membaca orang dan situasi, untuk mengelola perasaan kuat dari orang lain.
3. Tipe ibu sang sahabat terbaik
Ibu tipe ini senang memperlakukan anak-anaknya secara setara karena tidak mau ada batasan.
Tipe ini percaya bahwa hidupnya akan berakhir jika ia berperan sebagai ibu.
Sebaliknya, hubungan yang setara itu, membuat anak merasa tidak memiliki ibu alias motherless.
Baca Juga: Viral Kisah Tiko yang 12 Tahun Rawat Ibu Eny di Rumah Terbengkalai Tanpa Listrik dan Air
“Dalam situasi ini, kebutuhan emosional ibu sangat menyita, dia harus bergantung pada anak untuk memenuhinya,” kata Poulter.
Anak dari tipe ibu ini memahami pentingnya batasan antara orang tua, anak, kolega, dan keluarga.
Karena rasa tidak memiliki ibu, anak sering kali sadar bahwa dirinya memimpin dan mengambil peran yang bertanggung jawab sebagai orang dewasa.
Anak mungkin merasa diabaikan secara emosional dengan rasa takut akan penolakan. Anak juga bisa kesal dan merasa pahit dalam hubungan, cenderung merasa tidak dicintai dan kurang dihargai.
4. Ibu me-first
Ini adalah salah satu gaya keibuan yang paling umum.
Ibu tipe ini melihat anak-anak sebagai individu yang terpisah dan cenderung mementingkan diri sendiri.
Anak dari ibu tipe ini sudah belajar sejak usia dini bahwa peran mereka adalah membuat ibu mereka bersinar.
Anak yang memiliki ibu dengan tipe inisangat baik dalam mendukung orang lain, dan intuitif serta berwawasan luas dengan orang-orang di semua jenis hubungan.
Selain itu, anak juga setia dan suportif, mampu menghargai kebutuhan orang lain dan memecahkan masalah.
Namun, di sisi lain, anak cenderung meragukan kemampuan pengambilan keputusan sendiri.
Anak juga merasa sulit untuk memercayai perasaan sendiri dalam hal apa pun karena anak menganggap pendapat ibu lebih penting dan kuat daripada pendapat sendiri.
5. Ibu yang utuh
Poulter mengatakan ibu yang utuh hanya dialami oleh sekitar 10 persen dari kita.
Ibu yang utuh memiliki emosional seimbang, dapat melihat anak-anaknya sebagai individu dan membantunya mencapai kemandirian mereka sendiri.
Dia tidak selalu menyempurnakan dirinya sendiri tetapi apa pun keadaan emosionalnya, dia berkomitmen untuk menjadi ibu.
Karena merasa dicintai dan dipahami, anak dari ibu yang utuh dapat mengambil risiko, menerima perubahan, dan memulai hubungan tanpa takut ditolak.
Anak juga akan memiliki kemampuan dan wawasan untuk menghargai bahwa orang lain memiliki perspektif mereka sendiri.
Anak akan dapat mengatasi tantangan untuk menjadi mandiri dan tidak akan merasa terikat secara emosional dengan ibu.(*)