Yang pertama, tentunya, jangan jadikan “pergi dari rumah saat bertikai dengan suami” sebagai kebiasaan.
Berani menikah, berani punya anak (bahkan sampai dua), berarti berani menjalaninya berdua. Sesuai janji yang kita ucapkan di hadapan Tuhan, juga keluarga besar, bukan?
Kalau di benak kita tak ada pikiran untuk pergi, maka keinginan untuk menghilangkan hal-hal tak enak yang terjadi dengan suami, akan terasa sebagai kebutuhan dengan urgensi mendesak.
Pada hakikatnya, perkawinan adalah sebuah ikatan yang dinamis, sehingga suami dan istri perlu benar terus belajar untuk memahami pasangannya—termasuk perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya maupun pasangannya.
Hadirnya anak-anak juga mengubah tatanan hubungan suami-istri. Akan ada kegembiraan, tetapi juga tambahan ketegangan akibat anak rewel, anak sakit, dan seterusnya.
Melihat sudah ada tambahan anggota keluarga dengan dua anak, Anda tampaknya mulai harus makin ketat membagi waktu, jangan hamil dulu, deh, ya.
4 Langkah Atasi Kendala
Ketika rasanya terlalu banyak yang harus dilakukan pada waktu bersamaan, time management (manajemen waktu) pasti akan jadi kendala. Kendala yang sebenarnya mudah sekali diatasi bila Anda berdua melakukan hal-hal berikut.
- Suami dan istri mau me-review kembali kesibukannya sehari-hari.
- Membuat prioritas mutlak dilakukan. Definisikan bersama prioritas Anda berdua. Utamakan ini dan mulai menyusun yang penting dan yang sebaiknya dilakukan.
- Dan terakhir, yang perlu dilakukan kalau ada waktu senggang, usahakan keduanya punya me time untuk melakukan hal-ha yang kita suka. Lima belas menit yang bermakna, lebih efektif dibandingkan keluar rumah 3 jam.
- Mengajarkan disiplin pada anak, akan sangat membantu. Mohon dicatat, disiplin bukan artinya menghukum. Arti disiplin itu adalah sesuatu yang diobrolkan dengan anak, mengenai harapan ayah dan ibu tentang perilaku yang harus diperlihatkan, serta apa yang boleh, yang sebaiknya tidak, dan sama sekali tidak boleh dilakukan. Termasuk apa konsekuensinya kalau tak dijalankan. Dan gaya komunikasi kita dengan anak tentunya disesuaikan dengan usianya.
Melihat ini, bisakah Anda mulai dengan berpikir positif bahwa suami sebenarnya juga rindu pada istri dan anaknya? Cuma saja, ia tak mau mengganggu Anda yang sedang fokus dengan kesembuhan anaknya.
Bila mulai timbul pikiran negatif, “Ah, dia memang tidak butuh saya,” bunuh pikiran itu, ya. Tolong Anda ingat-ingat, you will get what you think about.
Maksudnya, apa yang ada di benak Anda dan terus Anda pikirkan, akan berakhir dengan kedatangannya sebagai kenyataan. Maka, jangan mengundang hal negatif dengan mulai memikirkannya.
Baca Juga: Konsultasi Psikologi: Saya Cantik, Pintar, tapi Lajang dan Kesepian
Tunjukkan Anda Rindu
Saya tidak bisa mengatakan bagaimana sikap suami saat Anda datang, karena saya memang bukan cenayang.
Akan tetapi, sambil tetap berpikir positif, pulang dengan membawa anak-anak, kalau sempat memasak kesenangan suami, lakukanlah.
Apa pun reaksinya, terus ingatkan diri bahwa yang Anda inginkan adalah memperlihatkan pada suami bahwa Anda merindukannya, butuh dia untuk selalu berdua mengurus rumah tangga dan bergantian mengasuh anak.
Mudah-mudahan anak-anak juga sudah bisa mengutarakan kebahagiaannya bertemu sang ayah. Optimis ya, insyaallah maksud baik akan dimudahkan. Salam hangat.
Bila ada perkembangan yang perlu kita bahas bersama, jangan lupa kirim email kembali.(*)
(Bila Anda ingin berkonsultasi dengan psikolog Rieny Hassan, silakan kirimkan kisah Anda ke email nova@gridnetwork.id dan tuliskan “Konsultasi Psikologi” pada subjek email.)