Waspada! Kasus Sifilis dan HIV Naik Drastis di 2023, Risiko Penularan Ibu Hamil pada Janin Tinggi

By Rahma, Kamis, 11 Mei 2023 | 15:03 WIB
Ilustrasi ibu hamil (Dok. Shutterstock)

NOVA.ID - Kementerian Kesehatan mengungkap, penyakit sifilis atau raja singa meningkat dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2016-2022).

Dari 12 ribu kasus menjadi hampir 21 ribu kasus dengan rata-rata penambahan kasus setiap tahunnya mencapai 17.000 hingga 20.000 kasus.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan Muhammad Syahril menyebut, penularan kasus didominasi oleh ibu rumah tangga.

Melansir Kompas.id, Syahril menuturkan, risiko penularan sifilis secara vertikal, dari ibu ke bayi yang dikandung, bisa mencapai 69-80 persen.

Syahril membeberkan presentase pengobatan pada pasien sifilis masih rendah.

Pasien ibu hamil dengan sifilis yang diobati hanya berkisar 40 persen pasien.

Sisanya, sekitar 60 persen tidak mendapatkan pengobatan dan berpotensi menularkan dan menimbulkan cacat pada anak yang dilahirkan.

“Rendahnya pengobatan dikarenakan adanya stigma dan unsur malu. Setiap tahunnya, dari lima juta kehamilan, hanya sebanyak 25 persen ibu hamil yang di skrining sifilis. Dari 1,2 juta ibu hamil sebanyak 5.590 ibu hamil positif sifilis,” terangnya.

Kemenkes pun mengimbau pasangan yang sudah menikah agar setia dengan pasangannya untuk menghindari seks yang berisiko.

"Bagi yang belum menikah, agar menggunakan pengaman untuk menghindari hal-hal yang dapat beresiko untuk kesehatan dan pertumbuhan mental," tandasnya.

Selain sifilis, kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) di Indonesia juga meningkat di tahun 2023.

Baca Juga: Aurel Hermansyah Hamil Anak Kedua, Akui Sempat Trauma di Trimester Awal

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, jumlah ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV mencapai 35 persen.

Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan kasus HIV pada kelompok lainnya seperti suami pekerja seks dan kelompok MSM (man sex with man).

“Aktivitas ini telah menyumbang sekitar 30 persen penularan dari suami ke istri. Dampaknya, kasus HIV baru pada kelompok ibu rumah tangga bertambah sebesar 5.100 kasus setiap tahunnya,” kata Syahril dalam keterangan tertulisnya, Selasa (09/05).

Menurut Syahril, penyebab tingginya penularan HIV pada ibu rumah tangga karena pengetahuan akan pencegahan dan dampak penyakit yang rendah serta memiliki pasangan dengan perilaku seks berisiko.

Yang mengkhawatirkan, ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV berisiko tinggi untuk menularkan virus kepada anaknya. Penularan bisa terjadi sejak dalam kandungan, saat proses kelahiran, atau saat menyusui.

Syahril menyampaikan, secara umum, penularan HIV melalui jalur ibu ke anak menyumbang sebesar 20-45 persen dari seluruh sumber penularan HIV lainnya seperti melalui seks, jarum suntik dan transfusi darah yang tidak aman.

Dampaknya, sebanyak 45 persen bayi yang lahir dari ibu yang positif HIV akan lahir dengan HIV. Dan sepanjang hidupnya akan menyandang status HIV Positif.

“Saat ini kasus HIV pada anak usia 1-14 tahun mencapai 14.150 kasus. Angka ini setiap tahunnya bertambah sekitar 700-1000 anak dengan HIV,” ujar Syahril.

Terkait dengan proses deteksi, Kemenkes mencatat hanya 55 persen ibu hamil yang di tes HIV karena sebagian besar tidak mendapatkan izin suami untuk di tes.

Dari sejumlah tersebut, 7.153 positif HIV, dan 76 persen nya belum mendapatkan pengobatan ARV. Hal ini juga akan menambah resiko penularan kepada bayi.

Melihat sumber infeksi, Syahril menilai penularan HIV masih akan terus terjadi. Pasalnya, dari 526.841 orang dengan HIV, baru sekitar 429.215 orang yang sudah terdeteksi atau mengetahui status HIV dirinya.

Baca Juga: Selamat! Aurel Hermansyah Hamil Anak Kedua, Bagikan Potret USG

"Artinya masih ada 100.000 orang dengan HIV yang belum terdeteksi dan berpotensi menularkan HIV ke masyarakat," ucapnya.

Syahril memaparkan, upaya untuk melakukan skrining pada setiap individu kini menjadi prioritas pemerintah untuk mencapai eliminasi (termasuk pemutusan mata rantai penularan HIV secara vertikal dari ibu ke bayi). Setiap ibu yang terinfeksi 100 persen harus mendapatkan tata laksana yang cukup.

Melalui upaya ini, diharapkan angka dan data anak yang terinfeksi HIV sejak dilahirkan dapat ditekan, angka kesakitan dan kematian dapat ditekan dan yang terpenting adalah menekan beban negara dalam penanggulangan masalah Kesehatan masyarakat.

(*)