Pertama, sudah pasti tidak ada izin dan tidak diawasi langsung oleh OJK.
Kedua, rawan penipuan karena adanya biaya yang harus dikeluarkan pada awal perjanjian.
Ketiga, bunga yang ditawarkan bisa mencapai 35 persen bahkan bisa melebihi 40 persen.
Keempat, jatuh tempo Pinpri yang singkat hanya dalam 24 sampai 48 jam sejam pengajuan.
Kelima, yang paling berbahaya jika telat atau gagal bayar maka data pribadi peminjam akan disebarkan melalui media sosial.
OJK mengimbau jika masyarakat menemukan praktik Pinpri, segera laporkan ke website atau contact center OJK.
"Yuk waspada terhadap pinjaman ilegal. Cek lembaga jasa keuangan yang terdaftar dan berizin di OJK dengan hubungi kontak OJK 157, telepon 157, serta email dan whatsapp," papar keterangan itu.
Ketua Deputi Komisoner Perlindungan Konsumen OJK, Sarjito mengungkapkan, bahwa praktik Pinpri ini memiliki bunga yang sangat tinggi, sehingga lebih buruk dari rentenir yang selama ini ada.
"Bahkan pinjaman pribadi ini juga melanggar ketentuan perundangan yang berlaku. Sejauh saya ketahui, pinpri ini even worse dibanding lintah darat yang selama ini dikenal," katanya, kepada Kompas.com, Rabu (13/9).
Ia mengimbau kepada masyarakat untuk menghindari entitas yang bukan diawasi OJK, terutama Pinpri.
Pihak OJK juga sedang mempelajari Pinpri apakah bentuk lain dari peminjaman online (Pinjol) yang berkembang.
OJK melalui Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (PAKI) akan menindak tegas dan mengambil langkah hukum jika Pinpri menimbulkan masalah.
"Mengganggu ketertiban umum, meresahkan, atau merugikan masyarakat cukup signifikan," tandasnya.
Sekretariat Satgas PAKI, Hudiyanto mengatakan, modus dari Pinpri menawarkan pinjaman pribadi dengan syarat menyerahkan data pribadi peminjam.
Data pribadi yang harus diserhkan seperti KTP, Kartu Keluarga, akun media sosial, foto profil WhatsApp seluruh penjamin, nametag pekerjaan peminjam, hingga share location peminjam.(*)