Wajib Tahu, Ini Pentingnya Pencegahan Cedera Kulit Akibat Perekat Medis (MARSI)

By Maria Ermilinda Hayon, Kamis, 28 September 2023 | 14:05 WIB
lima organisasi profesi Dokter: PABI, PERDICI, PERDOSKI, PERGEMI, dan IDAI yang bergabung dalam satu kelompok kerja ahli, meluncurkan konsensus Peningkatan Kesadaran dan Pencegahan Medical Adhesive-Related Skin Injury (MARSI) untuk memperbaiki kondisi MARSI di Indonesia. ()

 

NOVA.ID - MARSI atau cedera kulit akibat perekat medis / plester nyatanya kerap terjadi.

Sayangnya belum terdefinisi dan kurang mendapat perhatian khusus dari tenaga kesehatan di Indonesia.

MARSI terjadi akibat penggunaan perekat medis / plester yang kurang tepat.

Sehingga berdampak signifikan terhadap keselamatan dan kenyamanan pasien, seperti kerusakan permukaan kulit yang menimbulkan rasa nyeri, infeksi, perluasan luka, dan lambatnya penyembuhan luka.

Ketidaknyamanan karena rasa nyeri, lamanya waktu penyembuhan luka yang bisa membuat pasien stress, bekas luka, hingga infeksi.

Dampaknya pun akan lebih parah jika dialami kelompok pasien dengan faktor risiko.

Komplikasi MARSI juga memberikan beban finansial tinggi akibat kebutuhan pelayanan tambahan dan perawatan luka yang lebih lama.

Melihat tantangan kesehatan ini, lima organisasi profesi Dokter: PABI, PERDICI, PERDOSKI, PERGEMI, dan IDAI yang bergabung dalam satu kelompok kerja ahli, meluncurkan konsensus Peningkatan Kesadaran dan Pencegahan Medical Adhesive-Related Skin Injury (MARSI) untuk memperbaiki kondisi MARSI di Indonesia.

Konsensus MARSI menekankan beberapa hal penting.

Meliputi definisi MARSI, pengkajian faktor risiko, pengamatan berkala untuk identifikasi dini, memilih perekat medis yang sesuai, teknik melepas dan memasang perekat medis / plester, serta rekomendasi terbaik akan pencegahan MARSI.

Hasil konsensus ini merupakan langkah penting dalam meningkatkan kualitas perawatan pasien.

Baca Juga: Belajar dari Kasus Pendaki Gunung Kerinci Alami Cedera Kaki, Begini Cara Menghilangkan Cedera Kaki Ringan Saat Naik Gunung

Dalam meningkatkan kesadaran dan pencegahan MARSI, Essity Indonesia, perusahaan global di bidang hygiene dan kesehatan mendukung penuh peluncuran konsensus ini.

Gustavo Vega, Commercial Director Essity Indonesia dalam sambutannya mengatakan, “Saya sampaikan apresiasi yang tinggi dan mendukung penuh upaya yang dilakukan oleh PABI, PERDICI, PERDOSKI, PERGEMI, IDAI dalam kelompok kerja ahli ini. Konsensus ini merupakan inisiatif baru dan belum pernah ada di Indonesia. Ini menjadi langkah penting dalam merekomendasikan kebijakan dan protokol perawatan luka yang terbaik bagi pasien. Semua upaya ini selaras dengan tujuan kami: Mendobrak hambatan untuk kesejahteraan (Breaking barriers to well-being).”

Permasalahan MARSI ini berakar karena sejak awal, MARSI belum didefinisikan dengan baik. Terbukti dari masih banyaknya ditemui kasus luka akibat perekat medis.

Dalam praktik sehari-hari, pemilihan perekat medis / plester seringkali tidak melalui pengkajian risiko.

Sehingga pasien yang memiliki kondisi kulit tertentu bisa saja mengalami infeksi tambahan setelah perawatan.

Protokol yang sesuai mengenai cara memilih, memasang ataupun melepas perekat medis yang menjadi praktik sehari-hari bahkan belum terdapat acuan bakunya2,3.

Pada kesempatan yang sama, dr. Heri Setyanto, Sp.B, FInaCS, perwakilan dari Perhimpunan Ahli Bedah Indonesia (PABI) menjelaskan, “Konsensus ini dibuat untuk menjadi rekomendasi dalam peningkatan kesadaran dan pencegahan MARSI bagi para tenaga kesehatan, serta dorongan bagi para pemangku kebijakan dan organisasi profesi untuk bersama-sama menjaga integritas kulit termasuk menyediakan alternatif perekat yang aman untuk pencegahan MARSI yang ditujukan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien”.

Pada praktiknya, sering ditemui kondisi kulit pasien seperti lecet, melepuh, atau kulit pasien terkelupas ketika plester dilepaskan.

Ia juga menambahkan, “Tanpa penanganan yang tepat, kondisi kulit tersebut dapat berisiko menimbulkan infeksi atau penyakit lainnya. MARSI sendiri bisa menjadi beban ekonomi tersendiri bagi pasien karena harus mengeluarkan biaya lebih, serta menambah waktu pengobatan. Maka, tenaga kesehatan harus dibekali dengan pengetahuan terkait perekat medis yang sesuai dengan kebutuhan pasien berisiko untuk mencegah MARSI.”

MARSI sendiri merupakan kondisi yang menurunkan kualitas hidup pasien.

Menurut observasi yang telah dilakukan PABI, 32 dari 36 pasien (88,88%) yang mengalami MARSI merasakan nyeri atau sakit yang mengganggu, dan 6 di antaranya juga mengalami komplikasi infeksi.

Baca Juga: Pangeran Harry Mengaku Pernah Diserang oleh Pangeran William: Dia Mencengkram Kerah Bajuku

Mereka yang memiliki faktor risiko terkena MARSI adalah pasien lanjut usia, pasien pediatrik, pasien ICU, dan pasien yang telah menjalani pembedahan.

“Masih sedikit rumah sakit yang memiliki Standard Operational Procedures (SOP) untuk MARSI. Dengan demikian, jelas bahwa konsensus MARSI ini sangat dibutuhkan di Indonesia, terutama untuk pasien risiko tinggi,” tambah dr. Heri.

Dr. dr. Erwin Pradian, Sp.An, KIC, KAR, M.Kes, Perhimpunan Dokter Intensive Care Indonesia (PERDICI) juga mengatakan,“Dalam survei sederhana yang kami lakukan pada 59 anggota PERDICI ditemukan tipe MARSI tertinggi pada pasien di ICU adalah dermatitis iritan kontak sebanyak 47,3%, dan dermatitis alergi sebanyak 30,9%.” Di ICU, masalah MARSI dan komplikasinya kerap ditemui. Pada jurnal penelitian menemukan bahwa prevalensi MARSI di ICU hingga 42%4."

Ia menambahkan, ”Pasien dengan penyakit kritis di ICU rentan terhadap MARSI karena berbagai faktor, di antaranya adalah kondisi umum mereka yang sehari-hari terkena paparan yang tinggi terhadap perekat medis, malnutrisi, ketidakstabilan hemodinamik, disfungsi organ, edema, kelainan kulit."

Dalam proses pengobatan, pasien di ICU biasanya membutuhkan berbagai perangkat medis untuk pemantauan, diagnosis, dan pengobatan.

Misalnya kateter urin, enteral, dan vaskular adalah perangkat medis yang paling banyak digunakan, yang memerlukan penggunaan perekat medis / plester, dimana dalam prosesnya selalu diganti secara berkala.

dr. Tartila, Sp.A(K), dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyatakan, “Kulit anak-anak cenderung masih rentan dan sensitif mengakibatkan berisiko tinggi terkena MARSI. Berdasarkan survei singkat Pediatric ICU (PICU) rumah sakit di Indonesia ditemukan MARSI sebesar 12% dari total 77 pasien. Suatu studi menunjukkan bahwa prevalensi MARSI di Pediatric ICU sebesar 23.5-54% akibat penggunaan plester untuk fiksasi selang napas5."

"Untuk itu, kami menekankan pentingnya perhatian yang cermat oleh tenaga kesehatan pada anak-anak dengan faktor risiko yang teridentifikasi seperti usia, durasi rawat inap yang lama, edema, infeksi, atau pembedahan," lanjutnya.

Selain pada anak, MARSI juga kerap terjadi pada pasien lanjut usia (lansia). (*)