Dorong Penguatan Ekonomi Petani Perempuan, Nukila Evanty Bentuk Komunitas Perempuan Padek di Jambi

By Maria Ermilinda Hayon, Jumat, 15 Desember 2023 | 16:05 WIB
Nukila Evanty bersama petani perempuan di Desa Sumber Jaya, kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi. (Dok. Nukila Evanty)

NOVA.idNukila Evanty, Ketua Inisiasi Masyarakat Adat (IMA) sekaligus Direktur Eksekutif Women Working Group (WWG), tahun ini telah melakukan berbagai advokasi untuk menghadirkan ruang aman bagi kaum perempuan di Rempang, Kepulauan Riau, lalu dilanjutkan di Air Bangis, Sumatera Barat dan Pangkalan Susu di Sumatera Utara.

Bagi Nukila Evanty, menyuarakan kepentingan perempuan adalah penting karena suara perempuan terutama di pedesaan belum begitu banyak didengar.

Panggilan untuk membantu kaumnya sangat kuat terpatri dalam dirinya, karena itu, kiprahnya sebagai aktivitas perempuan membuatnya terus mendatangi berbagai desa, kota, kabupaten, hingga provinsi di Indonesia untuk melakukan advokasi.

Teranyar, Nukila melakukan advokasi pada 50 petani perempuan di Desa Sumber Jaya, kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi.

Dalam kunjungannya kali ini, Nukila bersama para petani perempuan ini membentuk komunitas yang diberi nama Perempuan Padek (PEPA), Padek dalam bahasa Jambi artinya pemberani.

Komunitas Perempuan Padek ini hadir sebagai aksi solidaritas dan perlawanan terhadap diskriminasi yang mereka alami dari perusahaan sawit yang berada di wilayah tersebut.

Menurut Nukila, melalui komunitas ini, maka tagline women support women itu menjadi kekuatan tersendiri bagi kaum perempuan di Desa Sumber Jaya.

“Komunitas ini hadir, sebagai bentuk penguatan perempuan di wilayah-wilayah yang mengalami konflik tenurial. Perempuan paling terdampak dari adanya konflik tenurial seperti ini. Di beberapa lokasi yang kami datangi juga melakukan penguatan secara hukum, kesehatan mental, hingga ekonomi,” jelas Nukila.

“Saya melihat dampak ganda bagi perempuan. Mulai dari rusaknya lingkungan, hingga hilangnya sumber penghidupan. Bahkan beberapa perempuan mengeluhkan lebih rentan depresi, sakit secara fisik, dan kehilangan kebahagiaan,” sambungnya.

Khusus materi tentang kesehatan mental yang diberikan kepada komunitas PEPA, Nukila dibantu oleh tim psikolog dari Universitas Jambi.

“Dari penjelasan para psikolog, setelah bertemu dengan para perempuan petani ini, mereka menjelaskan bahwa persoalan konflik lahan ini mempengaruhi kehidupan sehar-hari, bahkan ada yang trauma. Karena itu perlunya kegiatan yang mendukung untuk meningkatkan kepercayaan diri para petani perempuan ini. Bahkan ada beberapa orang yang memerlukan konseling pribadi karena mengarah pada gejala depresi,” ungkap Nukila.

Baca Juga: Cerita Inspirasi Dua Petani Perempuan Asal Flores yang Berhasil Raup Panen Tinggi

Selanjutnya penguatan di bidang ekonomi, dengan memberikan pelatihan, seperti petani diajarkan cara budidaya rempah-rempah secara organik.

Tim dari Universitas Jambi mengajarkan cara membuat pupuk organik dari kulit buah segar.

Aneka rempah seperti jahe, kunyit, dan serai bisa ditanam di area rumah. Berbagai rempah ini, jika bisa ditanam dalam skala besar akan berdampak pada pemasukan masyarakat setempat.

“Misalnya jahe hitam, harganya mahal, mencapai Rp500.000 per kilogram. Jika ibu-ibu di Desa Sumber Jaya bisa menanam, maka ke depan, desa ini akan dikenal sebagai kampung rempah. Jadi selain dipakai untuk kebutuhan masak sehari-hari, juga bisa menghasilkan cuan,” ungkap Lisani, salah satu tim pelatih dari Universitas Jambi

Nukila melihat pendampingan ekonomi ini akan memberikan warna baru bagi perjuangan yang dilakukan kaum perempuan ini.

“Komunitas PEPA bisa membuka mata semua orang, bahwa desa yang mengalami konflik tenurial juga mampu bergerak secara ekonomi. Harapan aku, Desa Sumber Jaya menjadi tujuan wisata kebun rempah-rempah. Semakin banyak orang yang datang mengunjungi, semakin banyak yang berempati pada perjuangan petani di sini,” tandasnya.

Ke depannya, aksi solidaritas dari Komunitas PEPA ini menjadi perhatian banyak pihak, agar isu perlindungan terhadap hak-hak petani dan perempuan di sektor pertanian semakin banyak yang memperjuangkannya. (*)