TabloidNova.com - Mungkin tidak cukup menjelaskan kekayaan dan sejarah panjang kebaya sebagai kekayaan budaya tradisional Indonesia hanya dalam satu artikel. Kebaya, secara historis sudah melewati sekian banyak proses akulturasi dan asimilasi budaya hingga seperti sekarang.
Salah satu sosok wanita yang hampir selalu terlihat mengenakan kebaya bersama wastra nusantara adalah Mien R. Uno, yang pada Rabu (19/11) lalu meluncurkan buku berjudul "Kebayaku". Buku ini juga dipersembahkan kepada Ibu Negara periode sebelumnya, Ani Yudhoyono.
Menurut Mien R. Uno, kebaya adalah refleksi kekuatan feminin perempuan Indonesia. Kebaya pun memiliki beragam keelokan model, seperti kebaya panjang, kebaya kutubaru, kebaya modifikasi, dan lainnya. Yang jelas, kebaya harus terlihat santun, feminin, dan tidak memperlihatkan lekuk tubuh dan terbuka secara berlebihan.
Pendapat senada juga diutarakan oleh desainer ternama Indonesia yang sudah lama malang melintang di industri mode, yaitu Edward Hutabarat. Pria yang akrab disapa Edo ini menyambut positif antusiasme banyak wanita akan tren mengenakan kebaya. Namun ia mengingatkan agar modifikasi kebaya jangan sampai merusak esensi dan pakemnya, apalagi jika kebaya dikenakan untuk ritual khusus seperti acara pernikahan.
"Kreasi kebaya kontemporer sah-saja dilakukan untuk memberikan sedikit inovasi dan kesegaran dalam hal mode. Tapi jangan sampai di luar pakem tradisi yang seharusnya. Berkebaya jangan seperti kebaya karnaval, tapi yang pas, elegan, dan mengikuti pakem seperti gaya berkebaya Mien R. Uno, contohnya," ujar desainer peraih gelar perancang busana terbaik oleh Anugerah Bintang Luminar pada tahun 2012 ini.
Lebih lanjut, Edo pun menjelaskan istilah yang dimaksudnya kebaya karnaval yang belakangan ini kerap muncul di tren mode. Menurutnya, kebaya karnaval adalah gaya berbusana kebaya yang terlalu berlebihan, menumpuk semua detail, potongan, model, atau imbuhan yang merusak keindahan asli gaya berkebaya.