Dampak Kekerasan di Tempat Kerja Lebih Berat daripada Pelecehan Seksual

By nova.id, Senin, 8 Desember 2014 | 08:38 WIB
Dampak Kekerasan di Tempat Kerja Lebih Berat daripada Pelecehan Seksual (nova.id)

TabloidNova.com - Pernahkah Anda memiliki pengalaman bekerja di bawah sosok bos yang buruk? Atau sekarang ini Anda justru sedang mengalaminya?

Sandy Hershcovis, PhD, profesor dan peneliti agresi di tempat kerja dari Universitas Manitoba di Winnipeg, Canada, mengemukakan bahwa beberapa orang yang telah mendapat perilaku buruk dari atasannya di kantor cenderung menderita kecemasan, depresi, emosi, dan gangguan stres pasca traumatik. Masalah ini nyatanya lebih serius daripada yang Anda pikirkan karena mempengaruhi 15 persen pekerja, demikian menurut data dari meta-analysis pada tahun 2010.

Prevalensi tersebut tergantung pada kategori bullying yang dialami, atau jenis tingkatan perilaku kekerasan lisan, tulisan, mental, atau fisik. Jika Anda bertanya berapa banyak orang yang merasakannya, maka angkanya tiap tahun terus bertambah.

Sebanyak 24 persen mengakui bahwa mereka menjadi target dari tindakan bullying, seperti polling terbaru yang dilakukan oleh sebuah situs online pencari kerja, CareerBuilder. Situs ini mensurvei sampel yang mewakili 33.372 pegawai, pekerja sektor privat, hingga pegawai sekelas industri dan perusahaan.

Responden tersebut mengemukakan mereka menerima tuduhan palsu dari kesalahan saat rapat, disemprot di depan rekan kerja, dikeluarkan dari proyek atau rapat, serta mengambil kredit atas pekerjaan yang sudah Anda lakukan, hingga diskriminasi soal jenis kelamin, ras, dan penampilan.

Herschovis mengingat kembali 110 penelitian yang dilakukan pada karyawan atau bawahan di atas usia 21 tahun, di mana akhirnya disimpulkan bahwa kekerasan di tempat kerja lebih berat daripada pelecehan seksual. Mengapa bisa begitu?

Hal ini dilatar belakangi oleh korban bullying atau kekerasan yang dilakukan oleh atasan lebih memicu tingkat stres serta depresi yang sulit untuk dihilangkan. Kesimpulan ini juga diperkuat ketika peneliti melibatkan pegawai berusia 40 - 60 tahun di kota Helsinki, Finlandia, yang membutuhkan pengobatan seperti obat antidepresi setelah mengalami masalah bullying. Bahkan, mereka menjalani terapi berkala dalam kurun waktu cukup lama.

Hasil survei juga menunjukkan bahwa aksi bullying kerap terjadi dari level atas kepada bawahannya. Sebanyak 45 persen responden juga menyatakan dirinya telah menjadi target kekerasan oleh atasan, lalu 25 persen yang lain menerima bullying di kantor.

Namun melawan kekerasan secara positif terkadang harus dilakukan. Survei dari CareerBuilder mengungkapkan bahwa setengah dari korban bullying dilaporkan mencoba untuk berbicara, walaupun baru sedikit dari mereka yang berhasil.

Untuk beberapa kasus, masalah ini harus direspons oleh pimpinan di atas bos Anda, misalnya bantuan dari departemen personalia atau HRD. Riset secara keseluruhan menunjukkan, karyawan yang menerima sikap buruk dari bos biasanya memutuskan berhenti bekerja dan pindah ke tempat lain.

Ridho Nugroho / Shine