Di lingkungan Kedutaan Besar RI di Moskow, bakat seni Ivan Gunawan terasah. Ia amat betah tinggal di ibukota Rusia itu. Siapa sangka, saat liburan ke Jakarta, Ivan "kecantol" wanita bernama Rossa yang kemudian jadi penyanyi terkenal. Mereka pacaran jarak jauh.
Hidup sendiri di Moskow benar-benar telah membuat aku cepat dewasa. Meski masih duduk di bangku SMP, aku jadi lebih mengerti makna pergaulan. Dengan jumlah siswa sekolah yang tak banyak di Moskow, aku bisa bergaul lintas usia dengan yang sudah SMU. Aku belajar banyak dari yang lebih dewasa.
Untuk mengisi waktu luang aku banyak bergaul dengan teman-teman di kedutaan besar di Moskow, dengan staf-staf kedutaan pun aku kenal. Di sana aku aktif dalam berkesenian. Siswa sekolah memang diwajibkan mengikuti berbagai macam kesenian asal Indonesia. Aku sendiri menguasai berbagai macam tarian, mulai dari Jaipong, Tari Tanjung Katung, Tari Piring, Tari Serampang dan banyak lagi. Aku juga bisa memainkan angklung dan gamelan. Aku sering berkeliling Rusia untuk memperkenalkan kesenian tanah air. Menari di gedung-gedung teater besar di Rusia pernah aku alami.
Papa mendukung aktivitasku itu. Sebab, dari sering mengikuti pentas seni, aku mendapat penghasilan. Aku bisa menabung. Uniknya juga, dalam banyak kesempatan pentas, aku sering menjadi wanita. Pertamakali aku jadi wanita ketika ngelenong. Meskipun badanku besar seperti ini, tetapi kalau sudah melenong, kesannya kemayu. Jika sudah memakai kebaya dan konde, orang pun sulit mengenaliku. Luwes, sih.
Peran-peran yang aku tampilkan banyak membuat orang di gedung teater berdecak kagum. Bukan aku membanggakan diri, tapi aku memang bisa memerankan peran apa saja, dan mendapat sambutan luar biasa.
Kalau buat dagelan, aku hanya perlu diberikan garis besar jalan ceritanya saja. Di atas panggung lakonku itu bisa mengalir dan pasti berhasil. Mereka menilai aku pintar menghidupkan suasana. Aku memang jadi maskot. Kegemaranku dengan segala macam kesenian telah menjadikan aku begini adanya.
Menangis di Sel Selama di Moskow aku mengalami kesulitan belajar bahasa Rusia. Untuk yang gampang-gampang saja, seperti bertanya arah jalan atau beli barang, baru aku kuasai setelah setahun belajar. Bertanya arah jalan amat penting di sana. Untuk naik kendaraan umum tak sekadar hafal jalan, tapi juga harus bisa membacanya. Jika lupa, bisa kesasar.
Gara-gara enggak menguasai bahasa Rusia, aku pernah ditahan polisi. Ceritanya, aku akan berkunjung ke orangtuaku ke Ukraina. Sebelum berangkat, staf kedutaan sempat mengingatkan aku agar mempersiapkan paspor dengan saksama. Aku bilang pasporku masih berlaku.
Ke Ukraina aku naik kereta. Karena aku pikir jika naik pesawat urusannya akan ribet, sebab bahasa Rusia ku enggak bagus. Sampai di perbatasan, setiap paspor diperiksa dan distempel. Ternyata pasporku sudah enggak berlaku lagi. Wah, aku panik, apalagi bahasa Rusiaku belepotan.
Mungkin kalau di Indonesia aku tinggal disuruh balik pulang saja. Tapi di Ukraina aku dibawa ke kantor polisi. Aku dimasukkan ke sel tahanan. Polisi Ukraina juga sangar dan kasar. Tentu aku takut sekali. Aku hanya bisa menangis. Setelah beberapa jam ketakutan, aku mendapatkan akses telepon untuk berbicara dengan Papa dan Mama. Papa akhirnya menjemputku di perbatasan. Setelah berbincang dengan Papa, polisi yang galak dan sangar itu berubah menjadi sangat ramah dan sopan terhadapku. Bahkan, sebelum pulang, aku diajak polisi itu berkeliling melihat kota perbatasan.
Waduh, perasaanku saat itu sulit dibayangkan. Setelah merasa cemas dan ketakutan di sel polisi, tiba-tiba menjadi orang yang paling berbahagia. Sejak kejadian itu, aku tak boleh pergi menemui Papa dan Mama sendiri. Paspor dan visa pun aku cek lebih teliti.
Pacaran Jarak Jauh Bila liburan tiba, aku dan teman-teman sering berjalan-jalan di Moskow. Menikmati keindahan Moskow. Asyiknya di sana kan, ada tiga musim. Jika musim salju datang aku paling senang bermain ice skating. Wow, seru deh.
Aku juga senang ke diskotek. Diskotek di sana memang berbeda dengan di Indonesia. Di Moskow berpindah-pindah. Belum tentu diskotek yang dikunjungi tadi malam, ada lagi esok harinya. Makanya kesempatan itu aku manfaatkan sebaik-baiknya.
Pada liburan kelas 2 SMP, aku berkesempatan pulang ke Indonesia. Di sebuah tempat di Jakarta aku berkenalan dengan gadis cantik bernama Rossa. Kini siapapun tahu Rossa, si penyanyi tenar itu. Rossa benar-benar membuat aku kasmaran. Boleh dibilang, dialah cinta pertamaku. Kami "jadian" begitu saja. Aku suka, dia juga suka. Namun, karena keterbatasan waktu, kami pacaran jarak jauh. Aku di Moskow, Rossa di Indonesia.
Pacaran kami saat itu masih kuno banget. Belum ada handphone atau e-mail. Jadi, pakai surat seperti biasa saja. Kalau ingin mengirim surat ke Rossa, panjang sekali. Mungkin Rossa bete membacanya, sebab tulisan tanganku jelek. Dengan harap-harap cemas aku pun menunggu surat balasannya.
Jika dapat surat dari Rossa, wah senang banget. Aku bisa membacanya berulang-ulang. Sebelum album perdanya, Nada-Nada Cinta, beredar, Rossa sempat mengirim CD dan kasetnya terlebih dahulu ke aku. Rossa juga menceritakan segala aktivitasnya di Jakarta, dari masuk dapur rekaman hingga membuat video klip.
Sebetulnya, dengan Rossa sampai sekarang belum pernah ada kata "putus". Sebabnya, begitu aku lulus SMP dan berkunjung ke Jakarta, aku tak punya akses untuk menghubungi dia. Jadi putus komunikasi begitu saja.
Aku bertemu lagi dengan Rossa di kelas 2 SMU. Kala itu aku sudah bekerja di Om Adjie Notonegoro. Manajernya Rossa, Ina, yang sudah aku kenal, memesan baju. Tadinya aku tidak tahu untuk penyanyi siapa, ternyata buat Rossa. Ina lalu mempertemukan aku dengan Rossa. Kami terlihat canggung. Rossa sendiri sudah tak sendiri lagi. Setelah pertemuan itu kami tetap bersikap profesional. Hubungan kami tetap dekat seperti kakak-beradik. Rossa sering menyapaku dengan sebuta "Neva".
Lucu, deh, ketika aku dan Rossa masih pacaran, yang namanya berpegangan tangan kan tak pernah. Tapi sekarang, sebagai desainer, aku bisa melihat keindahan badan dia luar dalam. Kan aku kerap memakaikan baju untuknya. Mungkin ini jodoh yah, sudah lama terpisah akhirnya bertemu lagi, meski aku tak bisa memiliki Rossa.
Aku masih sayang terhadap Rossa hingga sekarang. Walaupun aku dan Rossa tak lagi memiliki rasa cinta, tapi yang ada rasa saling sayang. Mungkin dengan begini hubunganku dan Rossa akan "abadi".
Rossa itu orangnya mandiri sekali dan bisa mengatasi masalahnya. Ia datang ke aku hanya untuk bersenang-senang atau ketawa-ketawa. Kalau stres, ia cari aku buat hiburannya (Bersambung)
Minggu depan: Kembali lagi ke Jakarta, Ivan tinggal dan bekerja di pamannya, perancang busana Adjie Notonegoro. Menjadi desainer ternyata cocok buat Ivan. Adjie pun menjadi pesaing utamanya. M NIZAR