1. Kesempatan Berinvestasi Dengan Bapak menginvestasikan uang ke dalam usaha ini, Bapak akan kehilangan kesempatan berinvestasi di tempat lain yang bisa memberikan keuntungan lebih besar lagi.
2. Nilai Uang Relatif Terhadap Waktu Selalu diingat, nilai uang di saat ini lebih berharga dibandingkan nilai uang di masa yang akan datang. Dengan Bapak menginvestasikan uang tersebut terhadap bisnis atau usaha, maka Bapak tidak memiliki uang itu di tangan Bapak untuk dapat dipergunakan bagi keperluan lain, termasuk juga diinvestasikan.
3. Risiko Investasi Setiap investasi pasti mengandung risiko, apapun jenis investasi yang Bapak lakukan, baik ke sebuah produk keuangan maupun investasi secara langsung ke dalam suatu usaha. Resiko investasi inilah yang harus dikompensasikan dengan tingkat pengembalian atau imbal hasil, atau hasil investasi yang lebih besar. Sebab, jika Bapak ingin uangnya aman-aman saja, kan, cukup dimasukkan ke tabungan dan deposito dengan bunga yang hanya 3-7 persen per tahun.
Saya akan memberikan beberapa ilustrasi pembagian hasil, di mana Bapak-bapak dapat memilih yang mana yang dirasa paling cocok untuk usaha yang Bapak lakukan:
a. Sistem Kekeluargaan Dengan sistem ini semua dibicarakan di depan, seberapa rela masing-masing pihak akan berbagi. Tidak ada patokan baku dalam hal ini, pembagian bisa 60 banding 40, 70 banding 30, atau 80 banding 20. Akan tetapi, seperti yang telah dijelaskan di atas, biasanya porsi pembagian terbesar ada pada si penyantun dana alias pemodal, alias investor yang menempatkan uangnya pada usaha ini.
b. Sistem Perhitungan Sistem perhitungan akan memperhitungkan "biaya" yang sudah dikeluarkan oleh masing-masing pihak.
Contohnya, apabila bapak sudah berinvestasi pada usaha ini, misalnya membenamkan dana sejumlah Rp 10 juta, maka hasil investasi atau setara bunga, sebesar apa yang Bapak inginkan? Apabila bunga deposito 7 persen per tahun, maka otomatis Bapak ingin mendapatkan lebih besar dari itu, bisa 2X, 3X atau 4X-nya, tergantung kesepakatan.
Di lain pihak juru masak juga akan mengenakan (mendapatkan) biaya apabila dia bekerja atau memasak di tempat lain, misalnya dengan penghasilan Rp 500 ribu per bulan. Akan tetapi, penghasilan ini tak harus dibebankan keseluruhan, tetapi dengan biaya yang lebih rendah dari situ.
Demikian juga apabila Bapak ikut membantu di usaha tersebut, harus juga menerima "gaji". Nah, keuntungan kotor dari hasil usaha setelah dikurangi dua biaya di atas tadi, maka didapatkan keuntungan bersih yang kemudian baru bisa dibagi dua sama rata.
Apabila diformulasikan, kira-kira seperti ini: Apabila sisa hasil usaha Bapak selama 1 bulan kira-kira sebesar Rp 5 juta, maka Bapak akan potong "return on investment" untuk investasi Bapak yang Rp 10 juta tadi. Seandainya Bapak setuju dengan return 21 persen alias 3X deposito per tahun, maka perbulannya didapat angka sebesar 1,75 persen X Rp 10 juta = Rp 175 ribu
Kemudian juru masak tadi, contohnya, mendapatkan Rp 500 ribu (Rp 1 juta dibagi dua), maka dana yang ada akan menjadi Rp 5 juta - Rp 500 ribu - Rp 175 ribu = Rp 4.325.000. Dengan catatan, Bapak tidak ikut bekerja membantu dalam usaha ini alias mempercayakan kepada juru masak tadi.
Apabila Bapak juga turut membantu menjalankan usaha ini, maka Bapak berhak mendapatkan Rp 500 ribu tadi seperti halnya sang juru masak. Sehingga hasil akhir akan didapat sebesar Rp 3.825.000. Nominal inilah yang dibagi dua sama besar, sehingga masing-masing akan mendapatkan Rp 1.912.500.
Konsultan: Aidil Akbar Madjid