Grace Natalie Deg-Degan Sebelum Siaran (1)

By nova.id, Kamis, 5 April 2012 | 23:18 WIB
Grace Natalie Deg Degan Sebelum Siaran 1 (nova.id)

Masuk Gudang 1 Jam

Dulu semasa kecil, cita-citaku sering berubah. Pernah, aku bercita-cita jadi dokter. Kala lain, ingin kerja hotel. Dalam bayanganku pasti enak sekali. Tempatnya bagus, suasananya adem, dan makanannya enak. Lucu, ya. Namun, ketika masuk SMA aku sudah rasional. Aku ingin menjadi akuntan. Apalagi nilaiku bagus. Konon, profesi akuntan dibutuhkan di mana-mana. Gampang cari pekerjaan. Makanya, selepas SMA aku kuliah mengambil Akuntansi di Institut Bisnis Indonesia (sekarang Institut Bisnis dan Informatika Indonesia).

Sebelum aku melanjutkan kisah tentang profesiku, aku ingin menceritakan masa kecilku. Banyak, lho, cerita lucu di rumah kami di kawasan Kemayoran. Aku yang lahir di Jakarta 4 Juli 1982, punya dua adik lelaki. Namanya Henry Ngadiman dan Junior Theodoric. Usia kami berjarak dua tahun. Orangtuaku, pasangan Brata Ngadiman dan Anna Clementine memberiku nama Grace Natalie Louisa.

Dari ayah mengalir darah Jakarta, sedangkan dari Ibu yang berasal dari Bangka Belitung, ada darah Belanda dan Tionghoa. Namun, Ibu sudah lama sekali enggak menginjak tanah kelahirannya. Beberapa tahun lalu pas heboh film Laskar Pelangi, aku bersama ibu dan temanku, pergi ke Belitung. Wah, luar biasa indahnya. Bahkan, panoramanya jauh lebih indah ketimbang yang kulihat di film.

Pantainya bersih, ada batu-batu sebesar rumah, sungguh pemandangan menakjubkan. Aku senang sekali ketika nelayan mengajakku menangkap ikan di pantai. Caranya dengan membentangkan jala dari ujung ke ujung, mirip dengan net. Ketika air berayun ke darat, banyak ikan yang menancap di jala. Fantastis bisa melihat jenis ikan yang belum pernah kulihat. Mulutnya kayak moncong, lancip sehingga bisa menancap di jala.

Lebih menakjubkan lagi ketika kami ke sebuah rumah yang dipakai untuk syuting Laskar Pelangi. Betapa tidak, menurut Mama, rumah itu milik leluhurku. Sekarang, rumah itu ditempati keluarga jauh. Begitu masuk rumah, aku terkesima melihat foto-foto yang terpajang di sana. Ternyata, itulah foto leluhurku, ada yang Belanda, ada pula Tionghoa. Menurut cerita Mama, di Babel memang lazim terjadi perkawinan campur.

Oh ya, karena usiaku dengan adik-adik tak beda jauh, kami sering bertengkar. Pernah, kenakalan kami berujung hukuman dari Mama. Kami bertiga sama-sama dapat hukuman. Aku dikunci di gudang, Henry masuk kamar mandi, sedangkan Theodoric mesti merasakan pengapnya ruang tamu yang lama tak dipakai. Wah, kami dihukum sampai sejam lebih. Saking ngantuknya, aku sampai tidur beralas gorden bekas. Si bungsu masih mendingan karena ruang itu ada ranjang. Bagaimana dengan Henry? Wah, dia paling sengsara karena mesti berbasah-basah di kamar mandi. Habis itu, kapok deh...

Bagaimana dengan Papa? Papa, kan, kerja jadi wirausaha, sedangkan Mama ibu rumah tangga. Makanya, Mama yang lebih sering menegur kami saat nakal. Papa jarang marah. Tapi, kalau Papa sampai marah, sudah pasti aku jadi gemetaran. Pernah saat di SD IPK (Iman Pengharapan Kasih), aku nakal di sekolah. Sebenarnya, sih, aku anak yang baik. Tapi, ada teman lelaki yang nggodain dan ngledekin terus. Karena jengkel, aku ingin membalas kenakalannya.

Kusiapkan sekantong plastik berisi air. Aku siap melemparnya biar basah kuyup. Aku yakin, lemparanku pasti kena. Dia berhasil mengelak. Apesnya malah mengena para suster yang sedang duduk. Aduh, kelakuanku dilaporkan kepala sekolah. Meski sudah minta maaf, tetap saja aku dapat teguran. Rupanya, selanjutnya sekolah telepon ke rumah. Apa yang terjadi? Sesampai di rumah, Papa pasang wajah angker. Gawat. Tak biasanya Papa pulang cepat. Langsung saja aku diomeli habis-habisan, "Nakal banget, sih!" kata beliau. Saking takutnya, aku sampai nangis.

Keesokan harinya, aku masih juga dihukum. Aku mesti menulis, "Aku tidak akan menyiram suster dengan air lagi" sampai beberapa halaman. Sebenarnya, sih, aku sudah menjelaskan tak sengaja menyiram suster Tujuanku, kan, teman lelakiku. Apa pun, tindakanku tidak bisa dibenarkan.

Henry Ismono / bersambung