Hj. Arum Antara LPK dan Jumputan

By nova.id, Rabu, 7 Maret 2012 | 21:06 WIB
Hj (nova.id)

Hj (nova.id)
Hj (nova.id)
Hj (nova.id)

"Arum saat menerima penghargaan dari Kenmendiknas karena LPK ar-Rum menduduki peringkat tiga pada lomba Lembaga Kursus dan Pelatihan Tingkat Nasional. (Foto: Dok Pri) "

Lembaga Pendidikan Keterampilan (LPK) Ar-Rum memberi pelatihan apa?

 LPK Ar-Rum yang saya dirikan pada 2008, memberi pelatihan membuat aneka keterampilan dari limbah kain, menjahit busana, membordir dengan mesin dan manual, mendesain, juga membuat kain jumputan.

Bagaimana sampai bisa mendirikan LPK?

Sejak kecil, meski belum bisa bikin pola, saya suka menjahit rok, juga membuat aneka jahitan dan kruistik. Hobi ini mungkin turunan dari Ibu yang juga penjahit, meski hanya untuk mengisi waktu luang. Anehnya, saat kuliah saya justru ambil jurusan arkeologi. Gara-gara tertarik teman yang mengatakan, sambil kuliah bisa berwisata. Saya tak memikirkan setelah lulus harus kerja di mana. Sembari kuliah saya kerja sebagai operator taksi hingga masa kuliah molor tiga tahun.

Nah, selulus kuliah saya kerja di berbagai bidang, berganti-ganti termasuk jadi agen MLM. Saya juga aktif berorganisasi. Setelah 7 tahun begitu terus, saya baru tersadar ketika melihat bayak perempuan tidak terarah. Melamar kerja ke sana-ke mari. Padahal saya bisa mengarahkan mereka lewat keterampilan menjahit yang saya miliki. Karena itu saya buat karya di rumah, berupa pernak-pernik dari kain. Tutup kulkas, tutup galon, satu set tudung saji. Produk itu saya namanakan Arum Collection.

Kapan itu dilakukan?

Itu terjadi pada 2002. Ternyata dagangan saya laku dijual. Ada yang saya tawarkan, ada juga yang mengambil ke rumah. Semua kerajinan itu saya buat dengan mesin jahit bekas milik Ibu. Belakangan justru banyak yang minta dibuatkan baju. Ceritanya, ada teman kuliah yang akan ke pesta minta dibuatkan baju mendadak. Dia minta semalam baju harus sudah jadi. Saya sanggupi dengan syarat dia harus menemani begadang. Benar saja, dalam waktu semalam baju itu berhasil saya jahit. Sejak itu jadi keterusan, banyak yang minta dibuatkan baju.

Lalu?

Karena merasa harus ada status, saya ikut kursus menjahit dan ujian nasional hingga punya ijazah keterampilan, dari tingkat dasar hingga mahir. Oleh guru, saya diarahkan ikut pendidikan lagi ke Sumber Belajar. Di sana orang-orang seperti saya diarahkan agar bisa mendirikan lembaga kursus atau jadi instruktur/penguji. Syaratnya harus lulus semua ujian. Alhamdulillah saya lulus semuanya dan mengantongi hingga 12 ijazah nasional.

Dari sini saya ikut pendidikan Master Trainner. Ternyata manfaatnya baru saya rasakan belakangan. Misalnya, saya bisa memiliki dan mendirikan LPK Ar-Rum. Semua mengalir saja, kok. Yang penting selalu mau meningkatkan diri. LPK ini akhirnya juga jadi mitra Dinas Pendidikan kota dan provinsi.

Lalu, bagaimana bisa memperoleh beasiswa S2?

Tahun 2006 kesempatan itu saya peroleh dari Direktrat KPNF Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Jakarta. Sekarang berubah jadi Dirjen PAUD Kemendiknas. Saya mengalahkan sejumlah orang. Dari sekian banyak yang dapat beasiswa itu hanya saya yang jadi instruktur. Lainnya jadi PNS atau pamong belajar. Karena punya ijazah S2, saya bisa mengajar secara nonformal di universitas di Jogja. Sebelum itu, saya juga pernah jadi instruktur di SKB (Sanggar Keterampilan Belajar). Selain bergelar sarjana arkeologi, saya juga bergelar M.Pd. berkat beasiswa itu.

Oh ya, kapan mulai membuat kain jumputan?

Tahun 2010 saya mulai membuat kain jumputan dan mengajarkannya kepada siswa. Secara pribadi saya juga membuat bahan baku dari bekas kantung tepung terigu menjadi busana pria dan wanita. Hasilnya diperagakan oleh para peragawati lulusan Danar Studio beberapa waktu lalu.

Siapa saja peserta kursusnya?

Kebanyakan perempuan. Ada juga pekerja kantoran hingga ibu rumah tangga. Mulai dari orang berpunya hingga tak mampu. Karena itu saya kadang bekerjasama dengan pihak lain untuk memberikan bantuan mesin jahit bagi yang tak mampu agar mandiri. Lalu saya visiting ke rumah mereka untuk mengevaluasi kemajuannya.

Punya kelompok belajar juga?

Iya. Saya mengajukan program kelompok belajar ke Dirjen PAUD. Anggotanya 33 orang. Saya mengajukan pelatihan membuat, mendesain, dan menjahit kain jumputan. Hasil kerja kelompok itu bisa dijual. Untuk menjelujur kain putih, dapat Rp 10 ribu, sementara mewarnai saja Rp 5 ribu, karena pewarnanya dari saya. Kalau bikin kain putih hingga menjadi kain motif jumputan, beda lagi upahnya.

Kenapa jumputan?

Ternyata di kain ini banyak peluang dan sedang disukai. Motif jumputan tak harus klasik, bisa pula dikreasikan baru. Keterampilan ini praktis sekali. Sambil mengobrol dan nonton TV juga bisa dilakukan. Bila hasilnya berbeda dari jumputan klasik, malah bisa jadi kreasi baru yang bagus.

Masih terima jahitan?

Masih, hanya yang menjahitnya tenaga freelance. Tapi dari mengukur hingga potong kain, masih saya yang lakukan. Bisa dibilang saya sudah semakin sibuk. Sekarang pekerjaan saya multifungsi. Selain mengajar di LPK, juga jadi asesor untuk program menjahit BAN (Badan Akreditasi Nasional) Pendidikan Nonformal.

Juga asesor LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) Garmen, dari BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan). Saya juga sebagai tenaga penguji pendidikan nonformal bidang menjahit di Direktorat Bina Kursus. Kesibukan lainnya, sebagai Sekretaris Himpunan Penyelenggara Pengelola Kursus Indonesia (HIPKI) tingkat Propinsi. Sedangkan di tingkat Kota Jogja, saya sebagai Wakil Ketua HIPKI.

Kapan istirahatnya? 

Ya, kalau sedang ada waktu saya jalan-jalan, makan-makan sama keponakan dan Ibu. Saya, kan, masih lajang.

Belum punya calon?

Yang serius belum ada. Sebenarnya sebelum ini ada beberapa yang coba mendekati. Tapi bagaimana, ya, kesibukan bikin saya tak bisa "bernapas" di malam Minggu. Dulu, tiap ada yang datang, pasti saya sedang ada acara. Ya, beginilah adanya. Maunya, sih, segera dapat (jodoh), ha ha ha...

Rini Sulistyati