Apa bedanya agen dan mitra?
Agen, tanpa modal apa-apa. Malah kami beri seragam, tas untuk jualan, dan training. Agen boleh mengambil minimal 300 roti per bulan. Jumlah itu tidak terlalu banyak asal tahu cara pemasarannya. Sementara kemitraan butuh sedikit modal untuk biaya ganti gerobak, freezer, dan tempat. Sengaja kami tidak membuka peluang franchise karena biayanya terlalu besar.
Sekarang kami sudah punya 60 agen di seluruh Indonesia. Untuk mitra, karena baru dua bulan dibuka, sudah ada 20 waiting list. Ada juga yang mau memasarkan ke Amerika, tapi kami belum siapkan programnya secara lebih detail.
Saat ini omzet Rofa berapa?
Bergeraknya memang pelan-pelan. Mulanya hanya produksi 30-50 roti sehari lalu meningkat 300-400 roti di tahun berikutnya. Kemudian bertambah lagi jadi 600-800 roti, hingga sekarang mencapai 2000 roti per hari. Bahkan di hari-hari tertentu seperti Idul Adha atau Lebaran bisa bertambah jumlahnya. Bisa dibilang omzetnya mencapai Rp 200-300 juta per bulan. Dulu, sih, paling Rp 50 jutaan saja.
Apa suka dan dukanya berbisnis bersama keluarga?
Kebetulan hubungan saya dan Ibu sangat dekat. Apapun selalu saya ceritakan ke Ibu, begitu juga sebaliknya. Saat saya SD, meski belum mengerti obrolan orangtua tapi beliau tak pernah bosan bicara. Biasanya Ibu cerita tentang usaha roti maryamnya tanpa memikirkan apakah saya bisa memberikan solusi atau tidak. Ternyata itu jadi modal saya ketika membesarkan Rofa.
Ayah seorang pengusaha batubara tapi selalu memberi support saran dan pengalaman. Beliau banyak memiliki visi tentang konsep berbisnis. Konsep dari Ayah dan resep Ibu, saya padukan dengan gaya anak muda. Saat di meja makan, kami selalu berdiskusi tentang Rofa. Rofa memang sudah jadi beban, kebanggaan, sekaligus identitas kami.Jadi harus sama-sama dijaga. Kami juga punya impian yang sama, ingin semua orang mengenal Rofa.
Apa saja kendala yang ditemui?
Kendala internal pasti ada karena tiap orang punya pemikiran berbeda-beda. Yang penting kami harus tetap kuat dan kompak. Kendala lain, karena bahan baku bukan buatan sendiri, maka kami masih bergantung kepada pihak lain. Ketika mereka tidak bisa menjaga kualitas bahan, dampaknya tentu akan ke produksi kami. Sementara kendala eksternal, orang-orang masih belum familiar dengan roti maryam. Banyak yang masih bertanya, roti maryam itu apa? Berarti kami masih harus lebih gencar berpromosi.
Apa rencana selanjutnya?
Kami pengin buka kafe selama tidak menggangu produksi Rofa. Target utama kami adalah ingin me-Rofa-kan Jakarta, ha ha ha... Setelah Jakarta, baru ingin merambah daerah lain dan kemungkinan mengekspor roti maryam. Artinya, roti maryam bisa menjadi makanan andalan Indonesia, dan jangan sampai orang hanya mengenal pizza, donat, atau pancake saja.
Untungnya kini orang sudah mulai mengenal brand Rofa melalui teve, koran, dan majalah. Bagi saya pribadi, Rofa membuat saya merasa semakin dikenali orang. Kalau saya tidak memiliki Rofa, saya hanya akan dikenal sebagai anak berusia 22 tahun biasa.
Ada tips usaha yang bisa dibagi ke pembaca NOVA?
Kita tidak bisa berbuat apa-apa tanpa peluang. Jadi kita harus jeli membidik peluang yang datang. Buka semua inedra, baik itu penglihatan, pendengaran, penciuman hingga lidah yang merasakan. Masukan dari konsumen pun harus didengar, karena dengan itu kita jadi tahu apa yang dibutuhkan agar produk kita bisa menajdi lebih baik.
Banyak orang yang semangat berbisnis tapi tidak bisa menjaganya. Ketika menemui kegagalan, anggap itu sebagai proses pembelajaran. Tidak masalah jika harus merintis usaha pelan-pelan dari awal lagi.
Noverita K. Waldan