Terapi fisik yang tepat dapat meminimalkan efek samping penggunaan obat telan. Pasien bisa mendapatkannya di rumah sakit yang memiliki klinik fisioterapi, tentu dengan rujukan dokter yang mengetahui kondisi kesehatan pasien.
Ada begitu banyak bentuk pengobatan yang bisa diberikan pada pasien, termasuk anak. Salah satunya terapi fisik yang disebut fisioterapi. Perannya adalah memperbaiki fungsi gerak motorik akibat adanya gangguan pada otot dan rangka tubuh setelah patah tulang, atau pascaoperasi tulang.
Fisioterapi juga diberikan kepada penderita penyakit yang berhubungan dengan saraf, misalnya penyakit yang menyebabkan pola jalan salah dan otot lemah, penderita yang mengalami gangguan pada saraf tepi, radang selaput otak, sumbatan saluran di otak, dan lainnya. Menurut dr. Peni Kusumastuti, Sp.RM., dari RS Internasional Bintaro, Tangerang, Banten, "Semua penyakit itu akan mengganggu pergerakan motorik anak."
Di klinik fisioterapi, terapis akan mengajarkan pasien bagaimana melakukan gerakan tubuh yang benar. Nah, gerakan-gerakan itulah yang nantinya harus diaplikasikan sendiri oleh pasien, seperti duduk, berdiri, jalan, lari, dan sebagainya.
"Fisioterapi merupakan pelayanan yang diberikan kepada pasien guna mengembangkan, memelihara, dan mengembalikan kemampuan dan fungsi gerak secara maksimal sepanjang kehidupannya," simpul Peni.
Mengenai frekuensi, tak ada patokan berapa kali seorang anak harus menjalani fisioterapi. "Tergantung kondisinya. Bila datang dalam kondisi parah atau kronis, tentu membutuhkan terapi lebih lama. Lain hal kalau orang tua sudah mengantisipasinya sejak dini."
Yang tak kalah penting, sebelum menganjurkan fisioterapi, dokter atau terapis harus mengetahui dulu riwayat kelahiran dan catatan klinisnya. Terapis sebaiknya bekerja sama dengan dokter yang terkait. Bila sudah diketahui latar belakang penyakitnya, barulah dipilihkan fisioterapi yang tepat.
MACAM-MACAM FISIOTERAPI
1. Exercise Therapy atau Terapi Latihan
Terapi ini dimaksudkan untuk mengembalikan fungsi sekaligus memberi penguatan dan pemeliharaan gerak agar bisa kembali normal atau setidaknya mendekati kondisi normal. Kepada anak, akan diberikan latihan memegang maupun menggerakkan tangan dan kakinya. Setelah mampu, akan dilanjutkan dengan latihan mobilisasi, dimulai dengan berdiri, melangkah, berjalan, lari kecil, dan seterusnya.
Pada kasus patah kaki, contohnya, akan dilakukan fisioterapi secara bertahap, kapan si anak harus sedikit menapak sampai bisa menapak penuh.
Latihan-latihan yang diberikan bertujuan mempertahankan kekuatan otot-otot dan kemampuan fungsionalnya dengan mempertahankan sendi-sendinya agar tak menjadi kaku. Hal ini perlu dilakukan karena kaki patah yang dipasangi gips umumnya akan mengalami pengecilan otot, sehingga kekuatannya pun berkurang. Lewat terapi yang dilakukan sambil bermain akan kelihatan bagian mana yang mengalami penurunan fungsi.
2. Heating Therapy atau Terapi Pemanasan
Sesuai dengan namanya, terapi ini memanfaatkan kekuatan panas yang biasanya digunakan pada kelainan kulit, otot, maupun jaringan tubuh bagian dalam lainnya. Penggunaannya tentu saja disesuaikan dengan tingkat keluhan. Bila hanya sampai di bagian kulit, maka pemanasannya pun hanya diperuntukkan bagi kulit saja dengan menggunakan Infra Red Radiation (IRR) atau radiasi infra merah. Bila gangguan terjadi pada otot, digunakanlah micro diathermy atau diatermi mikro. Sementara, jika gangguan muncul di bagian terdalam seperti rangka tubuh, maka yang digunakan adalah short wave diathermy atau diatermi gelombang pendek. Intinya, jenis terapi yang dilakukan akan disesuaikan dengan hasil diagnosis.
Terapi pemanasan biasanya diberikan bersamaan dengan jenis terapi lain. Seperti pada terapi inhalasi untuk anak-anak dengan masalah lendir pada saluran napas; pada nyeri otot maupun sendi. Bila dikombinasikan dengan bentuk pengobatan lain tentu lebih menguntungkan karena dosis obat yang harus diminum anak jadi lebih kecil untuk meminimalisir efek negatifnya.
3. Electrical Stimulations Therapy atau Terapi Stimulasi Listrik
Terapi yang menggunakan aliran listrik bertenaga kecil ini cocok diterapkan pada anak yang menderita kelemahan otot akibat patah tulang ataupun kerusakan saraf otot. Cara penggunaannya, dengan menempelkan aliran listrik pada otot-otot untuk mengatasi rasa nyeri. Terapi ini bertujuan untuk mempertahankan massa otot dan secara tidak langsung merangsang regenerasi saraf.
Pada pasien anak yang menderita gangguan pernapasan, terapi ini pun bisa digunakan untuk pengobatan. Efeknya, sirkulasi darah di rongga dada dan saluran pernapasan menjadi lebih lancar, sehingga dapat membantu relaksasi serta membantu mengeluarkan lendir dari saluran pernapasan, sehingga akan mempercepat proses penyembuhan.
4. Cold Therapy atau Terapi Dingin
Terapi dingin biasanya diberikan bila cedera anak masih akut sehingga proses peradangan tidak menjadi kronis. Terapi ini umumnya hanya diperuntukkan bagi otot saja, biasanya akibat terjatuh dan mengalami memar. Nah, terapi dingin ini pun berguna mengurangi bengkak. Itulah kenapa, ketika anak terjatuh dan bagian tubuhnya ada yang benjol, orang tua sering mengompresnya dengan air dingin. Namun terapi dingin harus dengan pengawasan ketat karena kalau fase akutnya sudah lewat, tapi masih terus diberi terapi, justru dapat merusak jaringan.
5. Chest Physiotherapy atau Terapi Bagian Dada
Anak dengan keluhan batuk-pilek biasanya mendapat chest physiotherapy yang bermanfaat membersihkan saluran pernapasan dan memperbaiki pertukaran udara. Yang termasuk dalam fisioterapi ini di antaranya inhalasi/nebulizer, clapping, vibrasi dan postural drainage.
Inhalasi yaitu memasukkan obat-obatan ke dalam saluran pernapasan melalui penghirupan. Jadi, partikel obat dipecah terlebih dulu dalam sebuah alat yang disebut nebulizeer hingga menjadi molekul-molekul berbentuk uap. Uap inilah yang kemudian dihirup anak, hingga obat akan langsung masuk ke saluran pernapasan. Keuntungan cara ini, dosis obat jauh lebih kecil, hingga dapat mengurangi efek samping obat.
Obat-obat inhalasi yang umum diberikan adalah obat untuk melonggarkan saluran napas, pengencer dahak, dan NaCl sebagai pelembab saluran napas. Sedangkan lamanya setiap inhalasi cukup sekitar 10 menit. Tindakan lanjut untuk membantu pengeluaran lendirnya, antara lain clapping atau tepukan pada dada dan punggung. Bisa di sisi kanan, kiri, depan dada. Tepukan dilakukan secara kontinyu dan ritmik. Sertai pula dengan pengaturan posisi anak (postural drainage), semisal anak ditengkurapkan dengan posisi kepala lebih rendah dari badan, hingga lendir tersebut dapat mengalir ke cabang pernapasan utama sekaligus lebih mudah untuk dibatukkan. Ini akan menguntungkan karena biasanya anak tak bisa meludah, hingga lendir yang menyumbat saluran pernapasan sulit dikeluarkan.
Khusus pada bayi atau anak di bawah usia 2 tahun, bila perlu, lakukan tindakan suction atau penyedotan lendir dengan alat khusus lewat hidung atau mulut. Bisanya tindakan ini dilakukan pada bayi dimana refleks batuknya belum cukup kuat untuk mengeluarkan lendir.
6. Hydro Therapy atau Aquatik Therapy
Terapi dengan air berguna bagi anak-anak yang mengalami gangguan, terutama gangguan gerak akibat spastisitas, misal pada anak CP (Cerebral Palsy). Sedangkan pada anak yang terlambat berjalan, tentu saja sebelum diterapi mereka akan dievaluasi dulu baik dari usia, tingkat kemampuan, maupun tingkat kesulitan yang dialami. Untuk bisa berjalan, anak tentu saja harus melalui berbagai tahapan yang dimulai dengan tengkurap, duduk, merangkak sampai berdiri. Biasanya anak tidak akan langsung diajarkan berjalan bila tahap sebelumnya belum mampu ia lakukan.
Pada anak yang mengalami kesulitan bergerak karena spastisitas/kekakuan, ketika di air, umumnya dia akan lebih mudah bergerak. Dengan demikian diharapkan spastisitas anak akan berkurang mengingat adanya bantuan berupa dorongan air yang sifatnya bisa melenturkan gerak tubuh. Meskipun tidak semua anak dengan gangguan tersebut dapat diberikan hidro terapi air, tapi terapi ini bisa dijadikan sebagai salah satu alternatif.
7. Orthopedhic dan Rheumathoid Arthritis
Sebetulnya fisioterapi ortopedik ini dilakukan untuk mengatasi gangguan tulang dan otot akibat patah tulang, post fracture (retak), artritis sendi, keseleo, atau terkilir. Umumnya ditujukan untuk kalangan dewasa karena kasusnya jarang sekali terjadi pada anak.
Pada bayi, terapi ortopedik ini akan dipakai jika ia mengalami proses pemendekan otot leher (lehernya jadi miring) akibat pembengkakan otot leher yang membuat ototnya tertarik ke satu arah. Fiosioterapi ini dilakukan dalam bentuk latihan-latihan gerakan, pijat, dan peregangan. Bisa juga dibarengi dengan ultrasound (gelombang suara berfrekuensi lebih tinggi dari yang dapat didengar manusia) dan pemanasan untuk melepaskan perlengketan/gumpalan di leher. Fisioterapi ini bisa diterapkan sejak bayi berusia 2 minggu.
Fisioterapi rheumathoid arthritis dilakukan pada anak dengan keluhan kaki bengkak atau mengalami gangguan sendi. Untuk mengurangi rasa nyeri, terapi dingin diberikan saat akut dan selanjutnya diberikan terapi panas dengan electrical stimulations therapy. Ini bisa dilakukan pada anak usia 4-5 tahunan, tergantung pada bagian mana terserangnya.
Irfan Hasuki.