TabloidNova.com - Siapa sangka, pria asal Bogor berusia 49 tahun, Hendra Wijaya, mampu menjadi orang Indonesia pertama yang berhasil mengikuti lomba lari dengan jarak 352,64 mil atau 566 kilometer di Kutub Utara. Wow!
Berkat apa yang dilakukannya ini, Hendra disebut sebagai pelari ultra-trail atau lari lintas alam dalam kondisi ekstrem. Ia baru saja menuntaskan lomba selama delapan hari dari Eagle Plains, Yukon, ke ujung Samudra Arktik secara nonstop di Tuktoyaktuk, Alaska, dalam ajang Likeys 6633 Ultra 2015 pada 20-28 Maret lalu.
Hendra juga menjadi orang Indonesia pertama yang berhasil melintasi Kutub Utara sejauh 566 kilometer dengan cara berjalan dan berlari. "Lomba ini hanya untuk mereka yang benar-benar 'gila'," ujar Hendra, menirukan kata pihak penyelenggara mengenai lomba itu.
Likeys 6633 Ultra merupakan salah satu ajang lari lintas alam paling ekstrem di dunia. Semua pesertanya harus mampu bertahan berlari di atas hamparan es di Kutub Utara yang bersuhu minus 15 derajat hingga minus 20 derajat Celsius.
"Bahkan, suhunya bisa mencapai di bawah minus 20 derajat Celsius hingga minus 32 derajat Celsius," kata Hendra, seperti dilaporkan Kompas.com, Rabu (1/4), ketika ia sedang dalam perjalanan pulang di Bandara Whitehorse menuju Vancouver, Kanada.
Namun kehadiran peserta asal Indonesia ini sempat diragukan oleh panitia lomba lari Likeys 6633 Ultra 2015 tersebut. Mereka memperkirakan hyperman pertama Indonesia itu tidak akan sanggup menyelesaikan lomba.
"Mungkin gara-gara tampang saya enggak ganas, minimalis, kecil, dan tenang, jadi saya sempat diragukan oleh mereka. Di awal lomba, saya juga hanya mampu berlari pelan-pelan," kata Hendra.
Namun setelah melewati hari kedua lomba, Hendra menunjukkan kelasnya sebagai pelari profesional dengan terus melangkah tanpa menyerah. Belakangan, ia bahkan dijuluki "Duracell Bunny", merujuk pada sebuah iklan batu baterai yang menggambarkan seekor kelinci yang tak kenal lelah dan terus bergerak.
Kendati tak pernah berputus asa, Hendra mengakui, lomba lari di Kutub Utara ini merupakan hal yang sangat luar biasa bagi dirinya. Sering kali saat berlari ia juga merasa tidak fokus, didera kantuk, capek, dan kelelahan luar biasa, serta lapar.
"Tapi saya terus berlari atau berjalan. Kalau pun pingsan, toh, nanti akan siuman lagi. Saya akhirnya membiasakan diri untuk menuntaskan lomba hingga check point. Tapi makin ke ujung, suhunya justru makin dingin dan lomba makin susah dijalani," ujarnya.
Menurut Hendra, perjalanan di Kutub Utara saat mendekati 70 km menuju Tuktoyaktuk atau di Titik 0 Samudra Arktik, sama sekali sudah tak kena paparan sinar matahari. "Semua tertutup awan, serba putih. Saya sempat merasa sedang berada di Padang Mahsyar. Bayangkan, di Kutub Utara saja sudah menyeramkan berjalan atau berlari sendirian," katanya.
Ketika ditanya apakah dengan mengikuti lomba lari ekstrem di dunia ini Hendra memiliki misi khusus agar pemerintah semakin memerhatikan olahraga trail di Indonesia, Hendra hanya menjawab dengan tertawa. "Ha ha ha... Biar saja orang lain yang minta (kepada pemerintah). Saya, sih, akan jalan terus, tidak ada yang bisa menghalangi."
Intan Y. Septiani/Kompas