TabloidNova.com - Hendra Wijaya (49) menjadi orang Indonesia pertama yang ikut lomba lari di Kutub Utara. Pengalamannya terbilang ekstrem lantaran apa yang telah dilakukannya itu memang sangat sulit dilakukan oleh manusia lain pada umumnya.
Pria asal Bogor ini telah berhasil berlari menempuh jarak 352,64 mil atau 566 kilometer selama delapan hari di sebuah wilayah yang semuanya tertutup salju, yakni Kutub Utara. Wow!
Berkat apa yang dilakukannya ini, Hendra disebut sebagai pelari ultra-trail atau lari lintas alam dalam kondisi ekstrem. Ia baru saja menuntaskan lomba selama delapan hari dari Eagle Plains, Yukon, ke ujung Samudra Arktik secara nonstop di Tuktoyaktuk, Alaska, dalam ajang Likeys 6633 Ultra 2015 pada 20-28 Maret lalu.
Hal itulah yang membuat Hendra menjadi orang Indonesia pertama yang berhasil melintasi Kutub Utara sejauh 566 kilometer dengan cara berjalan dan berlari selama delapan hari. "Lomba ini hanya untuk mereka yang benar-benar 'gila'," ujar Hendra, menirukan kata pihak penyelenggara mengenai lomba itu.
Berlari ultra-marathon di Kutub Utara merupakan pengalaman pertama bagi pria yang dijuluki "Hyperman Indonesia" itu, atau bahkan mungkin juga bagi manusia lain pada umumnya.
Sebelumnya, Hendra pernah ikut berlari di sejumlah lomba ultra-internasional, termasuk Ultra-Trail du Mont Blanc (168 km) di Prancis, lari lintas gurun pasir di Trans-Omania 300 km, lomba Hyperman (berenang 10 km, bersepeda 300 km, dan berlari 100 km) di Hongkong, dan Tor Des Geants Endurance Trail Run di Italia 332 km.
Selain lari sejauh 566 km di Kutub Utara yang diikuti Hendra, di ajang ini juga dilombakan lari kategori 120 mil (193,12 km). Setiap peserta membayar biaya pendaftaran sekitar Rp58 juta per orang. Itu belum termasuk pengeluaran untuk perlengkapan dan logistik pribadi, karena lomba ini merupakan lomba lari mandiri dan tiap peserta harus membawa logistik sendiri.
Sebanyak 27 atlet yang datang dari 12 negara mengikuti lomba dalam dua kategori. Kata Hendra, peserta pada umumnya berdatangan dari negeri empat musim, kecuali Hendra dan Than Juang dari Thailand. Mereka berada di antara 19 atlet yang berlomba di kategori 566 km.
Selama lomba, kecepatan rata-rata berlari dan berjalan yang dilakukan Ketua Umum Persatuan Atletik Seluruh Indonesia Kota Bogor 2010-2014 itu sekitar 5 km per jam. Namun ia dan peserta lain dapat beristirahat di lokasi pengecekan (check point) di sepanjang rute.
"Shalat juga kadang saya lakukan sambil berdiri atau duduk dalam bivvy (mirip kantong tidur)," tutur Hendra seraya mengatakan, di saat beristirahat itulah ia dapat mengisi perutnya. Bekal makanan yang dibawa pengusaha garmen itu di antaranya makanan berupa power bar atau cokelat batangan.
"Celakanya, pas mau dimakan cokelatnya jadi keras sekali, enggak bisa digigit. Saya mau siram pakai air panas, tapi tutup termos enggak bisa dibuka karena beku. Jadi seperti membuka mur yang sudah berkarat. Kadang saya menahan minum sampai 30 km juga," ujar Ketua Harian Persatuan Bola Basket Indonesia Kota Bogor 2006-2008 itu lagi.
Hasilnya, hanya delapan peserta, termasuk Hendra dan Than, yang berhasil menyelesaikan lomba hingga garis finish. Sisanya gagal karena berbagai sebab, termasuk cuaca yang sangat dingin, kelelahan, hingga mengalami cedera.
Intan Y. Septiani/Kompas
KOMENTAR