Melysa Munial: "Menjual" Dunia Olah­raga (2)

By nova.id, Jumat, 19 November 2010 | 17:02 WIB
Melysa Munial Menjual Dunia Olahraga 2 (nova.id)

Pernah menemui kesulitan?  

Ya, terkadang ada juga, namanya bintang kelas dunia, ya, sering bikin stres juga. Misalnya batal hadir di menit-menit terakhir, sering sekali terjadi. Atau urusan administrasi seperti visa dan lain-lain, terutama saat mendatangkan mereka ke Indonesia. Resikonya tinggi sekali, apalagi kalau ada travel warning.

Pada pertandingan Indonesia vs Uruguay di Gelora Bung Karno , ikut terlibat juga, ya?

Ya, kami salah satu yang ikut membantu terselenggaranya acara itu dari "balik layar". Mudah-mudahan nantinya bisa dilanjutkan dengan mengundang tim-tim lain, atau menjual bakat-bakat baik lokal maupun luar negeri.

Omong-omong, latar belakang pendidikan Anda apa? 

Saya sekolah di Jurusan Komunikasi di New Hampshire College, Amerika Serikat. Soalnya dulu ingin menjadi PR. Lalu kembali ke Indonesia dan melanjutkan di Thames Business College, Jakarta. Tanpa sengaja saya adi penyiar di sebuah radio swasta di Jakarta selama 10 tahun. Setelah itu saya masih sering mendapat tawaran jadi MC, voice-over iklan, sampai kerja di event organizer. Sampai sekarang, tiap akhir pekan ada saja tawaran jadi nge-MC. Selain MSG, kami juga menjalankan restoran keluarga.

Padat sekali, ya?

Ya, makanya sekarang mulai mengurangi kegiatan. Jujur, saya belum bisa melepas tawaran-tawaran jadi MC karena dari situ saya bisa memperluas jaringan. Jadi saya bisa sekaligus memasarkan MSG. Hampir tidak ada libur. Saya juga punya rencana kembali siaran di radio tahun depan.

Karena sibuk, jadi tak sempat memikirkan jodoh, ya?

Ha ha ha, itu dia, belum ketemu jodohnya saja.

Apa tantangan bisnis di bidang olahraga?

Sulit menjual olahraga di Indonesia, ya, terutama memperkenalkan olahraga ke sekolah-sekolah. Ada beberapa pertimbangan para orangtua, misalnya soal biay, dan apakah anaknya akan suka atau tidak. Mereka tidak menganggap pendidikan olahraga terlalu penting diberikan sejak dini. Mungkin, ada juga orangtua yang menganggap menjadi atlet enggak ada duitnya. Padahal, kalau tidak ada akademinya, bagaimana pencari bakat bisa menemukan bakat baru? Semuanya memang perlu waktu.