Bisa cerita perjalanan karir Anda?
Kisahnya cukup panjang. Saya lulus Fakultas Hukum jurusan Hukum Internasional, Universitas Padjadjaran, Bandung tahun 1994 dengan predikat cum laude. Alhamdulillah, saya mahasiswa terbaik di angkatan saya. Sebenarnya saya ingin jadi diplomat. Tapi, keinginan ini berubah dan saya memantapkan diri jadi corporate lawyer.
Wah, Anda termasuk mahasiswa pintar?
Biasa saja, kok. Yang pasti saat kuliah, saya pernah mendapat beasiswa. Lumayan, untuk menambah biaya kuliah. Saya juga nyambi menjaga stan pameran buku, bantu EO, dan production house untuk menambah uang saku. Maklum, ayah saya R.D Priatna (tentara dengan pangkat terakhir kolonel) sudah meninggal ketika saya lulus SMA.
Makanya saya ingin cari kerja agar dapat membantu keluarga. Saya sempat tiga bulan kerja di kantor law firm Tumbuan Pane. Lalu, saya melamar dan diterima bekerja di HHP (Hadiputranto Hadinoto & Partners). Saya fokus di bidang merger, akuisisi, dan pasar modal. Tujuh tahun kerja di sana, sejak 1995-2002, saya sudah termasuk senior associate.
Lalu?
Setelah hampir 8 tahun, saya ingin bekerja di sebuah kantor yang tidak terlalu banyak makan waktu. Maklum, selama kerja di law firm, saya sering kerja sampai malam. Sempat, sih, ingin buka law firm sendiri. Tapi, saya takut gila kerja lagi. Akhirnya saya bekerja di sebuah bidang yang agak berbeda dengan kantor lama.
Saya punya beberapa pilihan dan memilih menjadi inhouse consel yaitu sebagai region counsel di PT Coca Cola Indonesia. Waktu itu, Coca Cola belum ada legal in house-nya. Jadi, saya ikut meng-create-nya. 2,5 tahun kemudian, saya mendapat tawaran bekerja di GE Finance. Saya dapat posisi sebagai senior vice presiden legal counsel. Saya tertarik karena GE Finance akan mengakuisisi bank. Saya memang tertarik bekerja di sebuah perusahaan yang ada tantangannya. Namun, enam bulan kemudian, ternyata program akuisisi tidak jalan. Saya memilih pindah lagi dan bergabung dengan Sari Husada.
Apa yang membuat Anda tertarik bergabung dengan Sari Husada?
Saya pikir, Sari Husada adalah sebuah perusahaan nutrisi. Setelah saya pelajari, salah satu produk Sari Husada adalah SGM. Siapa yang tidak kenal SGM? Saya makin tertarik karena semua produk Sari Husada berkaitan dengan nutrisi. Tahun 2005, saya mulai bergabung dengan menjadi sekretaris perusahaan. Sebelum saya masuk, jabatan ini dirangkap presdir.
Saya membentuk fungsi-fungsi baru di perusahaan. Antara lain membentuk divisi legal & compliance yang sebelumnya tidak ada. Karena saya mesti berhubungan dengan media, saya juga perlu membentuk tim yang mengurusi komunikasi korporasi. Baik komunikasi luar maupun dalam.
Komunikasi di dalam, misalnya saja saya membuat web atau menggarap majalah intern. Untuk ke luar, saya sering berhubungan dengan media. Lama-kelamaan, posisi yang saya pegang makin berkembang. Dari semula saya punya 2 anak buah, sekarang menjadi 15 orang. Selain itu, saya juga mengurusi CSR (Corporate Social Responbility) dan scientific regulatory affairs.
Kok bisa Anda sampai menangani program CSR segala?
Waktu saya masuk, CSR belum ditangani dengan baik, meski sebenarnya sudah banyak program sosialnya. Programnya tidak terintegrasi baik dengan bidang bisnis dan tidak ada yang pegang. Misalnya karyawan punya ide, tidak tahu kepada siapa ide disampaikan. Ketika hal ini saya sampaikan kepada pimpinan, dia malah bilang, "Kamu saja yang pegang."
Apa saja yang berhubungan dengan kegiatan sosial, akan diserahkan kepada saya. Aduh, meski berat tapi tantangan ini mesti dijawab. Buat saya, CSR mesti ada hubungannya dengan bisnis. Bisnis win, sosial win, pemilik juga bangga dengan kegiatan sosial yang dilakukan.
Henry Ismono / bersambung