Rini Widijati: Modal Bisnis Katering Cuma Rp50 Ribu! (2)

By nova.id, Rabu, 13 Oktober 2010 | 04:09 WIB
Rini Widijati Modal Bisnis Katering Cuma Rp50 Ribu! 2 (nova.id)

Bagaimana caranya mengumpulkan pelanggan?

Biasanya, tiap kali pegawai saya mengantarkan katering ke apartemen atau kantor, di sana ada penghuni atau karyawan yang bertanya-tanya ke dia, dan akhirnya jadi pelanggan baru. Yang sebelumnya hanya beberapa orang saja, lama-kelamaan jadi makin banyak. Bahkan, ada juga yang jadi pelanggan saat sedang terjebak macet di jalan.

Siapa saja pelanggan Anda sekarang? 

Selain perusahaan taksi, juga ada perusahaan tambang, stasiun radio, kantor pemerintah, stasiun teve (terutama untuk sahur), perusahaan-perusahaan yang punya call center 24 jam, dan sebagainya. Ada juga sekolah TK dan SD Indonesia Montessori yang sudah 5 tahun jadi pelanggan. Para penghuni apartemen, termasuk Apartemen Taman Rasuna, dan penghuni perumahan di daerah sekitar Mampang, Tendean, Kemang, Senopati, Kebayoran Baru, dan sebagainya. Pernah juga pejabat dan artis memakai jasa kami.

Apa, sih, risikonya berbisnis katering?

Untuk katering rumahan, rantang seringkali tidak dikembalikan. Dulu kadang malah kembali dalam keadaan penyok. Akhirnya saya berlakukan sistem deposit untuk pelanggan baru. Uangnya akan kami kembalikan saat dia berhenti berlangganan. Akhirnya pelanggan jadi mau menjaga rantangnya. Kemacetan di jalan juga jadi salah satu kendala yang kadang-kadang sulit diprediksi.

Pernah, kami dapat order katering dari instansi pemerintah yang letaknya tidak jauh dari kami. Namun, ada truk yang mogok di tengah jalan yang membuat pengantaran yang harusnya cuma 15 menit jadi molor berjam-jam. Mobil berisi makanan pembuka sudah sampai lokasi, tapi mobil yang membawa menu utama malah terjebak macet. Akhirnya makanan sedikit demi sedikit diangkut pakai motor. Saya sampai tak bisa tidur berhari-hari, padahal sudah berkali-kali minta maaf ke si pemesan.

Pengalaman buruk lainnya?

Kami nyaris tertipu jutaan rupiah. Ceritanya, suatu hari ada orang yang mengaku dari instansi pemerintah menelepon pada hari Jumat siang. Si penelepon minta kami menyediakan katering untuk acara kantornya pada hari Senin-Rabu. Katanya, ada masalah dengan katering sebelumnya sehingga mendadak cari katering lain. Total pesanan mereka kalau tidak salah sekitar Rp 67 juta.

Tapi dia bilang akan menuliskan cek sejumlah Rp 80 juta. Kami diminta membawa uang selisihnya, Rp 13 juta dalam bentuk tunai, Jumat itu juga. Kami jadi curiga, bagaimana kalau ceknya ternyata kosong? Tawaran itu kami tolak. Dia tampaknya tahu kami sadar akan ditipu, sejak itu teleponnya tidak bisa lagi dihubungi. Padahal sebelumnya dia berkali-kali menelepon, lho.

Apa saja jasa katering yang ditawarkan?

Kami menerima order katering untuk acara kantor, khitanan, pesta, arisan, dan order katering rumahan. Untuk rumahan, makanan diantar satu kali sehari, menunya cukup untuk dua kali makan, masing-masing empat porsi. Harganya bervariasi.

Apa menu khas katering Anda?

Risoles. Pernah, dalam satu acara di instansi militer, seorang istri pejabat bolak-balik ke meja prasmanan hanya untuk menyantap risoles buatan saya. ha...ha...ha...

Pelanggan juga menyukai es buah. Biasanya es buah ini saya bikin dulu, lalu dimasukkan ke dalam freezer beserta termosnya. Bisa tahan lama meski tanpa pengawet. Rasa buahnya jadi lebih enak dan lembut. Isinya ada 12 macam buah.

 Lalu, apa kiat sukses Anda?

Harus benar-benar suka memasak. Kalau enggak hobi, pasti cepat bosan. Ini bisnis yang melelahkan, tapi untungnya besar. Banyak orang bisa masak, tapi enggak banyak yang mau sabar dan teliti menghadapi pelanggan yang bermacam-macam karakternya. Setiap keluhan atau permintaan harus diterima dengan lapang dada. Yang juga penting, tidak terlambat mengantar pesanan. Bila sudah tahu akan terlambat, sebaiknya harus memberitahu si pelanggan dulu.

Dulu, katanya suka nekat menerima pesanan menu yang belum pernah dibuat, ya?

Ha ha ha... iya. Habis, kalau saya tolak dengan alasan belum pernah bikin, nanti orang berpikir katering saya cuma main-main. Jadi, saya terima saja dulu pesanannya. Setelah itu saya buka buku resep, mencoba bikin, lalu saya cari rumah makan yang menjual menu itu. Maksudnya untuk membandingkan rasanya. Misalnya, selat solo. Syukurlah, selama ini pemesan selalu puas dengan rasanya. Saya juga punya buku resep jumlahnya satu lemari besar.

Omong-omong, suami berhenti kerja demi membantu bisnis ini?

Suami, Mohamad Arid Isnadi, justru lebih dulu berhenti kerja. Dia seperti saya, dulu sama-sama ditempatkan untuk perwakilan di hotel. Setelah berhenti, dia membuka usaha pariwisata sendiri, sambil membantu saya memasarkan katering ini.

 Hasuna Daylailatu

FOTO-FOTO: DANIEL SUPRIYONO