Buku pertama Anda berjudul Siapa Bilang Ibu Bekerja Tidak Bisa Mendidik Anak dengan Baik?. Mungkinkan itu bisa terwujud?
Yakin. Saya sudah membuktikannya dengan pengalaman mendidik anak-anak saya, Julian (13) dan Matthew (9) selama lebih dari 10 tahun. Semua yang ada di buku itu sudah saya terapkan kepada mereka. Memang, selama ini ada anggapan, ibu yang bekerja biasanya tidak bisa mendidik anak dengan baik, sehingga anak jadi nakal. Tapi kita bisa, kok, mendidik anak dengan baik, asalkan kita juga disiplin dan kreatif.
Kreatif mendidik anak, maksudnya?
Ketika anak saya, Julian, berusia 3 tahun, saya sempat stres karena menurut laporan pembantu, Julian kadang tak mau tidur siang, minum susu, atau makan buah. Sementara, saya tidak bisa selalu mengawasinya karena harus bekerja. Saya cari akal, dengan memberinya satu bulan untuk setiap hal baik yang dilakukannya. Beberapa bulan senilai dengan satu bintang. Kalau dia bisa mendapat bintang, dia boleh membeli mainan. Sejak itu, tidak ada lagi laporan yang mengkhawatirkan tentang Julian.
Saya juga membangun "Museum Kasih Ibu", yaitu map yang berisi semua kenangan tentang anak-anak saya ketika bayi, saat gigi susunya tanggal, tiket perjalanan ketika mereka pertama kali berlibur. Juga ada kartu-kartu Valentine yang mereka berikan kepada saya dan ayahnya sejak mereka usia 3 tahun. Semua itu kelak bisa dikenang dan diceritakan bersama lagi sebagai kenangan manis.
Lalu, mengapa memutuskan bekerja kantoran?
Saya punya pengalaman pahit ketika masih kecil dulu. Ayah meninggal, sementara Ibu tidak bekerja. Secara ekonomi, Ibu tidak siap, karena kami keluarga susah. Saya melihat Ibu mati-matian mencari nafkah. Oleh karena itu, ketika menikah dan punya anak, saya memutuskan untuk tetap bekerja. Saya tidak mau pengalaman pahit keluarga saya itu terulang. Waktu saya untuk bersama keluarga memang jadi lebih sedikit, tapi saya berusaha memaksimalkannya dengan memberikan waktu yang berkualitas untuk mereka.
Apa pendapat Anda tentang ibu-ibu zaman sekarang?
Hampir semua ibu yang saya temui di seminar-seminar saya, masih banyak yang hanya sekadar menjadi ibu biologis saja. Belum menjadi ibu yang sebenarnya. Itu juga mereka akui. Itu terjadi pada semua kalangan, baik miskin, menengah, maupun kaya. Mereka hanya memikirkan bagaimana memberi makan, sekolah, dan hal-hal yang bersifat materi.