IQ Rendah, Tak Masalah?

By nova.id, Kamis, 14 Maret 2013 | 08:02 WIB
IQ Rendah Tak Masalah (nova.id)

IQ Rendah Tak Masalah (nova.id)

"Foto: Getty Images "

Sepulang sekolah, Rajata menyerahkan hasil tes IQ (Intelligence Quotient) kepada ibunya, Wanda. Wanda terkejut karena hasil tes menyebutkan kecerdasan Si Buyung berada di bawah rata-rata. Padahal, Wanda merasa anaknya yang berusia 7 tahun ini cukup aktif dan tumbuh normal.

Karina Adistiana, psikolog pendidikan dan perkembangan, menjelaskan bahwa tes kecerdasan sejatinya merupakan alat ukur yang objektif dan dibakukan untuk melihat perbedaan-perbedaan reaksi individu dengan ciri tertentu. "Tes ini dapat melihat bagaimana perkembangan dan adaptasi anak bila dibandingkan dengan anak seumurnya," papar pemilik akun Twitter @anyi_karina ini.

Meski memiliki jenis dan tujuan yang berbeda, umumnya tes kecerdasan dilakukan untuk mengukur kemampuan-kemampuan kognitif, seperti kemampuan numerik dan kemampuan berbahasa. "Namun jika ditelusuri lebih mendalam, tes tersebut juga dapat menelusuri sikap kerja seseorang, dilihat dari cara ia mengerjakan tes," tambah Karina.

Jangan Dibandingkan

Angka atau simpulan yang diperoleh dari hasil tes kecerdasan anak, tak dapat ditelan bulat-bulat tanpa mengetahui penjelasannya. Pasalnya, hasil tes tersebut tidak berhenti begitu saja saat angka didapat.

Karina mengatakan, jangan sampai orangtua lantas kecewa dan memarahi anak yang dianggap kurang pandai ketika melihat hasil yang kurang memuaskan. "Pasalnya, keterangan berupa angka atau kategori seperti cerdas, kurang cerdas, atau rata-rata, itu sama sekali tidak memberi informasi yang cukup," tegas Karina.

Apalagi apabila ada anak yang memiliki jumlah poin kecerdasan yang sama atau masuk pada kategori tingkat kecerdasan yang sama, potensi dan kelemahan secara spesifik tetap akan berbeda. "Maka, jangan anggap anak lemah apalagi membandingkan hasil tes buah hati dengan teman seumurannya," tegas Karina.

Intinya, hasil tes IQ rendah bukan berarti ia tidak sepintar temannya. "Ia hanya perlu mengembangkan salah satu aspek tertentu. Bisa jadi ia justru tidak mengalami banyak kesulitan di aspek lain, jika dibandingkan anak lain," ujar Karina.

Pahami Hasil

Hal yang harus dipahami dan disadari adalah tes IQ bukan indikator tunggal untuk menakar kecerdasan anak. "Jelas tidak! Saat ini, kan, kita sudah mengenal multiple intelligences. Faktanya, banyak aspek yang tidak terukur jika hanya dilihat dari tes kecerdasan yang umum dipakai di Indonesia," tegas Karina.

Sebaiknya, saran Karina, orangtua tidak lantas reaktif dan menunjukkan kekecewaan pada buah hati. "Langkah pertama, orangtua harus mencari tahu bidang apa yang diukur, apa tujuan pemeriksaannya, dan cari informasi tentang detail hasil pemeriksaannya. Sehingga ada gambaran utuh tentang potensi-potensi yang dimiliki anak," ujarnya.

Selanjutnya, orangtua seyogianya berkonsultasi dengan orang yang kompeten untuk membaca hasil tes tersebut. Misalnya, lembaga yang mengadakan tes atau psikolog. Para ahli ini bisa memahami kondisi dan kemampuan buah hati yang dilihat bukan dari angka saja. "Harus diingat bahwa bertemu psikolog bukan hanya untuk memeriksakan masalah, tapi justru untuk pengembangan diri anak," tambah Karina.

Terima Perbedaan

Hasil tes potensi memang mungkin berubah ketika seseorang mengikuti tes dengan alat yang sama jika ia telah dilatih stimulasi-stimulasi yang tepat. "Namun tetap dalam batas tertentu sehingga perbedaannya tidak akan terlalu pesat," ujar Karina.

Anda juga bisa mengikutkan buah hati dengan tes lain yang lebih sesuai. Toh, bukan hal yang mustahil bila ia bisa lebih gemilang di tes lain. "Jika alat tes berbeda, hasilnya juga bisa beda. Misalnya, jika poin anak pada kemampuan hitungan rendah, sementara di kemampuan lainnya malah di atas rata-rata," tambah Karina.

Oleh karena itu, jangan berhenti mencari tahu bidang yang terbaik untuk buah hati. Intinya, menurut Karina, hasil tes kecerdasan bukan untuk melabeli buah hati dengan kategori kecerdasan tertentu. Apalagi, hanya melihat angkanya. Orangtua juga mesti paham cara mengoptimalkan perkembangan dan pemanfaatan potensi Si Kecil. "Beri stimulasi yang sesuai dengan perkembangannya dan perbanyak aktivitas bersama anak," saran Karina.

Bukan Ajang Seleksi

Tes-tes kecerdasan, di beberapa institusi pendidikan malah berubah menjadi salah satu syarat penerimaan siswa. Menurut Karina, untuk pendidikan tingkat sekolah dasar ke bawah, tes kecerdasan sah-sah saja selama pelaksanaan tujuannya murni untuk pemetaan.

"Hasil tes dilakukan sebagai panduan untuk mengetahui kondisi anak sebelum sekolah, sehingga metode pendidikan yang menunjang pembelajaran dapat dimaksimalkan," tambahnya.

Lain halnya bila tes malah dijadikan prasyarat atau seleksi yang menentukan apakah anak memenuhi syarat diterima di sekolah itu. Karina mengategorikannya sebagai tindakan yang tidak bijaksana.

"Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2010 disebutkan bahwa penerimaan SD sederajat wajib menerima warga negara berumur 7 sampai 12 tahun. Jelas, kan, bahwa sekolah itu tidak bisa melakukan seleksi berdasar tes kecerdasan?" tambah lulusan S2 Magister Profesi Psikologi Pendidikan di Universitas Indonesia ini.

 Annelis Brilian