Ligwina Poerwo Hananto, Berangan Menemukan Sang Pangeran (1)

By nova.id, Senin, 20 September 2010 | 17:38 WIB
Ligwina Poerwo Hananto Berangan Menemukan Sang Pangeran 1 (nova.id)

Ligwina Poerwo Hananto Berangan Menemukan Sang Pangeran 1 (nova.id)
Ligwina Poerwo Hananto Berangan Menemukan Sang Pangeran 1 (nova.id)
Ligwina Poerwo Hananto Berangan Menemukan Sang Pangeran 1 (nova.id)
Ligwina Poerwo Hananto Berangan Menemukan Sang Pangeran 1 (nova.id)

"Aku di tengah teman-teman, saat kuliah di Perth, Australia (Foto:Dok Pri) "

Masa kecilku begitu indah. Bagaimana tidak, di rumah terakhir orangtuaku, kami tinggal di sebuah rumah di pinggir Danau Matano, di Sorowako, Sulawesi Selatan. Halamannya luas sampai dibuat untuk track sepeda. Jadi, di halaman itu aku bebas bermain sepeda, masak-masakan, memetik semua tanaman yang ada, masuk got, atau memanjat pohon.

Paling asyik memanjat pohon kersen lalu jongkok di salah satu dahannya. Nah, siang hari, ketika Papa pulang kantor, aku akan segera melambaikan tanganku. Rasanya senang dan bahagia melihat Papa pulang kantor.

Boleh dibilang aku ini anak alam. Betapa tidak, setiap hari, begitu membuka jendela rumah, langsung terlihat Danau Matano. Papaku sengaja membuat dermaga kecil untuk anak-anaknya. Ada rakit kecil yang diparkir di depan dermaga sehingga kami bebas bersampan kapan saja.

Aku enggak bisa berenang tapi bisa mengapung. Kalau aku sudah masuk danau, Papa selalu mengingatkan agar aku tidak terlalu jauh ke tengah karena Danau Matano adalah danau paling dalam di dunia. Kedalamannya sekitar 600 meter. Air danau itu bersih sekali sampai begitu mudah siapa pun mengambil remis (kerang kecil/kepah/Corbicula) dari dalam danau. Aku pun tak pernah absen mengambil remis untuk digoreng tiap kali usai nyemplung ke danau.

Di masa kanak-kanak itu pula, di sekolah TK ada ayunan kuda besi. Di sanalah aku dan teman-teman selalu bermain sepuasnya. Tiap kali naik kuda besi itu, kami sering berkhayal suatu hari nanti bisa bertemu pangeran! Wah, keren, ya, keinginan kami?

Nama Batubara

Di Sorowako, sebenarnya aku hanya menumpang hidup. Sebab, aku lahir di Bandung, 3 Mei 1976. Kami bisa tinggal di Sorowako karena Papaku, Ir. H. Irawan Poerwo MBA, bekerja di pertambangan, sehingga memungkinkan beliau berpindah-pindah tempat tugas. Sementara Mamaku adalah mantan penyanyi terkenal di era-nya. Namanya Agustina Hardjakusumah. Mama adalah kakak kandung Iin Parlina, personil kelompok musik terkenal dari Bandung, Bimbo. Singkat kata, aku adalah keponakan dari para personil Bimbo. Mama terhitung anak nomor enam dari kakekku, Hardjakusumah.

Nah, karena Mama ikhlas melepas kariernya sebagai penyanyi yang saat itu sedang top-topnya, Papa lantas memboyong Mama ke Sorowako. Alasannya? Ketika Mama melahirkan aku, Papa tengah berada di pedalaman Sumatera untuk eksplorasi batubara. Beliau baru bisa pulang ke Bandung menengok bayinya saat aku sudah berumur beberapa minggu. Sedih, ya? Karena enggak mau kejadian seperti itu terulang lagi, Mama yang lulusan ITB Jurusan Desain Interior, mundur dari dunia keartisan. Tahun 1978 Papa mengajak kami pindah ke Sorowako, Sulawesi Selatan.