Octavina Alsim "Jangan Mudah Memvonis Anak!" (1)

By nova.id, Minggu, 12 September 2010 | 17:36 WIB
Octavina Alsim Jangan Mudah Memvonis Anak! 1 (nova.id)

Octavina Alsim Jangan Mudah Memvonis Anak! 1 (nova.id)
Octavina Alsim Jangan Mudah Memvonis Anak! 1 (nova.id)

"Foto: Daniel Supriyono "

Kenapa tertarik mengambil spesialisasi rehabilitasi medik?   

Ketika kuliah kedokteran di Universitas Airlangga, Surabaya, saya sempat ditugaskan di bagian rehabilitasi medik selama dua minggu. Di sana saya melihat ilmunya berbeda-beda, yang fokusnya sangat luas. Di Indonesia cuma ada lima pusat rehabilitasi medik. Dokternya juga mengajar bidang-bidang lain yang saya belum pernah dengar. Maka terpikir, bidang-bidang yang belum saya ketahui itu harus saya kembangkan.

Lalu kenapa memfokuskan diri pada masalah gangguan belajar anak?

Anak-anak masih dalam tahap pertumbuhan. Jadi seharusnya bila diterapi sekarang, kelak ketika tumbuh dewasa ia bisa lebih baik. Jadi pada anak enggak ada istilah mentok, kita bisa mengusahakan perbaikan agar saat dewasa jadi lebih baik.

Nah, saat saya mengambil spesialisasi di Universitas Indonesia, saya melihat sendiri kebutuhan dokter spesialis rehab terutama anak, besar sekali. Banyak orangtua amat berharap, lantaran beranggapan anaknya memiliki masa depan. Banyak orangtua berpikir, selagi dirinya masih hidup, ia akan mengusahakan yang terbaik buat anaknya. Agar bila ia meninggal, anaknya bisa bertahan hidup. Jadi kita harus bisa melihat apa keistimewaan seorang anak.

Semasa kecil Anda sempat mengalami gangguan belajar?

Betul, saya dulu punya masalah gangguan belajar. Saya merasa orang lain tidak bisa mengerti saya walaupun saya pikir, saya bisa menangani apa yang diberikan guru.

Kendala apa yang dihadapi ketika itu, terutama dari orang sekitar?

Dulu saya punya masalah memori. Saya kesulitan menyimpan memori dengan baik. Yang saya lakukan kemudian adalah mencoba metode tradisional. Yakni mencoba soal yang sama berulang kali, terutama di pelajaran yang saya takuti seperti matematika. Oleh karena itu, saya jadi belajar ekstra keras. Ibaratnya, kalau orang cukup belajar sekali saja, saya harus belajar puluhan kali.

Apa ada tindakan yang dilakukan orangtua? Membawa ke ahlinya, seperti profesi Anda saat ini?

Tidak, mereka tidak melakukan apa-apa. Saya yang bekerja lebih keras karena saya ingin pintar.

Oleh karena pernah mengalami gangguan belajar, Anda terobsesi menjadi ahli yang menangani masalah itu?

Iya. Dulu, semasa saya kecil metode terapinya dengan cara tradisional. Sekarang, saya ingin menangani anak-anak dengan metode yang lebih modern. Misalnya melalui permainan.

Bisa diceritakan latar belakang keluarga Anda?

Ayah saya bekerja di Pertamina dan sempat ditugaskan di Pangkalan Brandan. Kebetulan, saat hendak melahirkan saya, orangtua sedang libur dan ibu memutuskan untuk melahirkan saya di Plaju, Palembang, Sumatra Selatan, kampung halamannya. Saya anak kedua dari empat bersaudara dan hanya saya yang menjadi dokter di keluarga. Sekarang orangtua saya sudah berdomisili di Jakarta.

Apakah tulisan tangan yang buruk, salah satu anda anak mengalami gangguan belajar?

Oh ya, tulisan itu ada hubungannya dengan prestasi akademis seseorang. Kebetulan ini menjadi topik penelitian saya saat mengambil spesialisasi rehabilitasi medik di UI. Berdasarkan hasil tulisan, saya bisa melihat kemampuan seorang anak. Biasanya, bila seorang anak tulisannya bagus, paling tidak bisa dibaca, dan cepat, umumnya dia pintar.

Apakah tulisan tangan Anda tergolong buruk?

Tulisan saya tidak buruk, tapi lama sekali kalau disuruh menulis. Kebanyakan masalah anak di Indonesia juga serupa.

Sita Dewi / bersambung