DPT Boleh Untuk Si "Kejang"

By nova.id, Senin, 17 Januari 2011 | 17:00 WIB
DPT Boleh Untuk Si Kejang (nova.id)

Hasil penelitian terbaru membuktikan, bayi yang berbakat kejang tetap boleh diimunisasi DPT. Tak berbahaya, kok. Asalkan rambu-rambunya diperhatikan.

Seperti diketahui, beberapa imunisasi menimbulkan reaksi tertentu. Nah, imunisasi DPT memiliki reaksi seperti tangan atau kaki pegal-pegal, rewel, kurang nafsu makan, kelelahan, muntah, dan demam. Tapi, reaksi-reaksi tersebut cuma bersifat sementara hingga tak perlu terlalu dikhawatirkan.

Kendati demikian, tak urung orang tua cemas juga, terutama yang punya riwayat kejang. Takutnya, si kecil akan mengalami kejang setelah diimunisasi DPT lantaran reaksi demam yang ditimbulkan. Apalagi, asosiasi kedokteran di Amerika pun sempat tak menganjurkan imunisasi DPT diberikan pada bayi yang memiliki bakat kejang atau riwayat kejang di keluarganya.

Tapi sekarang kita boleh berlega hati, Bu-Pak. Soalnya, dari data penelitian terbaru yang dilakukan asosiasi kedokteran di Amerika terungkap, imunisasi DPT sama sekali tak membahayakan bayi/anak yang punya bakat kejang, apalagi yang hanya punya riwayat kejang di keluarganya.

Jikapun reaksi demam akibat imunisasi ini menimbulkan efek saraf dalam bentuk kejang, namun kejangnya adalah kejang sederhana yang akan sembuh sendiri atau tak perlu diberikan pengobatan khusus seperti kejang dalam epilepsi. "Kejang sederhana ini tak akan merusak otak atau brain damage. Jadi, bukan merupakan suatu kelainan saraf otak yang permanen tapi hanya bersifat temporer. Lagi pula kejadian ini hanya sedikit, kok," terang Dr. Karel A. Staa dari RS Pondok Indah.

Nah, sudah tak cemas lagi, kan, Bu-Pak?

MENCEGAH 3 PENYAKIT

Seperti diketahui, DPT merupakan salah satu imunisasi wajib buat bayi. Berdasarkan rekomendasi asosiasi kedokteran Amerika, imunisasi DPT diberikan 5 kali; 3 kali di bawah usia satu tahun dan 2 kali di atas satu tahun. DPT I diberikan ketika si kecil usia 2 bulan, DPT II di usia 4 bulan, dan DPT III di usia 6 bulan. Sedangkan yang di atas satu tahun diberikan antara uaia 12-18 bulan dan diulang kembali di usia 4-6 tahun.

Di Indonesia, tutur Karel, DPT I diberikan ketika bayi usia 2 bulan, DPT II di usia 3 bulan, dan DPT III usia 4 bulan. "Tapi sama saja, kok." Maksudnya, tak akan ada perbedaan apapun bagi si bayi. Yang penting, tekannya, "DPT I sampai DPT III harus sudah didapat bayi sebelum usia satu tahun."

Adapun tujuan imunisasi DPT, mencegah bayi terkena tiga penyakit, yaitu difteri, pertusis, dan tetanus. Difteri merupakan penyakit menular akut yang disebabkan basil bernama corynebacterium diphtheriae. Ciri-cirinya: penderita mengalami panas, peradangan saluran pernapasan bagian atas, dan ada selaput di tenggorokan. "Difteri juga termasuk golongan penyakit yang ditakuti karena dapat mengakibatkan komplikasi penyakit jantung dan kematian."

Sedangkan pertusis, yang di Indonesia dikenal batuk rejan atau batuk 100 hari, disebabkan bakteri Bordetella pertussis. Penyakit ini membuat penderita mengalami batuk keras secara terus menerus (whooping cough). Akibatnya, ia bisa mengalami gangguan pernapasan dan saraf. "Bila dibiarkan berlarut-larut, pertusis bisa menyebabkan infeksi di paru-paru." Selain itu, karena si penderita mengalami batuk keras yang terus menerus, membuat ada tekanan pada pembuluh darah hingga bisa mengakibatkan kerusakan otak.

Akan halnya tetanus, yaitu penyakit infeksi mendadak yang disebabkan toksin dari clostridium tetani dan menyerang saraf pusat. Gejalanya, penderita mengalami nyeri ketika mengerutkan otot, terutama kala mengatupkan rahang dan menggerakkan otot leher. Komplikasi penyakit yang dikenal dalam bahasa Inggris sebagai lockjaw ini adalah kematian.