Memahami Kecemasan Soal Uang

By nova.id, Kamis, 23 Juni 2011 | 17:05 WIB
Memahami Kecemasan Soal Uang (nova.id)

Memahami Kecemasan Soal Uang (nova.id)

"Foto: Ferdi "

Sikap detail dan kaku tersebut, tutur Dra. Farida Kurniawati, M.Sp.Ed., bisa dialami oleh siapa pun, baik suami maupun istri. Psikolog yang juga staf pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini, mengaku dulunya pun memiliki karakter seperti itu. "Kalau mengingatnya, saya ingin tertawa sendiri. Betapa tidak, saya selalu mencatat pengeluaran sekecil apa pun, bahkan untuk ongkos angkutan kota yang hanya 500 perak," ujarnya geli. Namun lambat laun ia menyadari tindakan tersebut keliru. "Ngapain diterusin. Buang-buang waktu saja."

Perilaku tersebut, tutur psikolog yang akrab disapa Ida, bisa dipengaruhi beberapa faktor. Salah satunya sikap orang tua yang kaku. Sikap orang tua itu tentu bukan tidak mungkin akan melahirkan anak-anak dengan sifat sama, antara lain terlalu ketat dalam mengawasi keuangannya. Atau bisa juga karena pengaruh lingkungan. Istri yang dulunya tidak terlalu detail dan kaku, jadi berubah ketika memiliki suami yang juga kaku. "Mungkin si istri melihat, laporan keuangan yang rapi, detail dan lengkap lebih mudah diatur."

Kepribadian juga turut berpengaruh dalam hal ini. Berdasarkan sifat, manusia sendiri digolongkan dalam tiga kategori: individu yang fleksibel, yang kaku, dan yang merupakan kombinasi keduanya. Si fleksibel memiliki ciri easy going mengikuti ke mana pun angin berembus. Target berat seperti tak pernah membebaninya. Jika ada rencana A yang tidak berhasil, maka dengan mudah digantikannya dengan rencana B. Semuanya serba fleksibel. Semua kejadian dijalaninya santai alias tanpa beban berat.

DIBEBANI BERBAGAI TARGET

Sebaliknya, individu yang kaku akan menjalani segalanya dengan merasa dibebani berbagai target dalam hidupnya. Dalam sekian waktu tertentu harus ada target tertentu pula yang mesti dicapai. Kesulitan akan membayanginya jika ada target yang meleset. Ia merasa dikejar-kejar waktu. Persiapan matang dan pekerjaan yang serba terstruktur adalah sifatnya yang lain.

Sedangkan kategori ketiga, merupakan gabungan antara sifat individu yang kaku dan fleksibel. Dia menganggap penting arti sebuah persiapan dan perencanaan matang. Meski begitu, ia juga mampu bersikap fleksibel dalam menetapkan sebuah rencana. Ia tidak menghitung secara detail dan lengkap sesuatu yang menurutnya kurang penting, melainkan hanya garis besarnya saja.

Kemungkinan besar, sifat kedua itulah yang menciptakan sikap kaku dalam pengeluaran keuangan. Akibat mengejar target, orang seperti ini selalu berusaha mencatat semua pengeluaran keuangannya. Tidak ada poin yang terlewat sedikit pun, sebab ia memiliki target-target tertentu dalam hidupnya, semisal tahun ini harus punya A dan tahun depan harus punya B, dan seterusnya.

ANEKA DAMPAK POSITIF

Ida berpendapat, sebenarnya ada beberapa dampak positif yang bisa dipetik dari sikap si kaku, di antaranya:

1. Keuangan rumah tangga bisa terkontrol

Dengan mencatat secara detail pengeluaran maupun pemasukan, pasangan bisa tahu uang yang dimiliki, berapa yang bisa ditabung dan berapa yang perlu dikeluarkan. Mereka juga tahu persis berapa pengeluaran per bulannya secara detail. Dengan cara itu, besar pasak daripada tiang atau pengeluaran yang lebih besar dari pemasukan bisa dihindari.

2. Matangnya perencanaan keuangan

Setiap rumah tangga tentu memiliki rencana keuangan masing-masing, entah itu untuk membeli rumah, kendaraan, alat-alat rumah tangga, dan lain-lain. Nah, realisasi rencana tersebut umumnya tergantung pada besarnya tabungan yang dimiliki. Rumah tangga yang secara detail mengontrol keuangannya, tentu akan mudah memprediksi kapan rencana keuangannya bisa terlaksana.

3. Tahu skala prioritas

Dengan keadaan keuangan yang senantiasa terkontrol, pasangan bisa mengetahui skala prioritas kebutuhan. Mana kebutuhan yang mendesak dipenuhi saat itu, dan mana yang tidak.

SEDERET DAMPAK NEGATIF

Akan tetapi Ida juga mengingatkan, pasangan harus hati-hati karena terlalu detail dan lengkap mencatatkan semua keuangan bisa menimbulkan kecemasan. Selain harus membuat laporan pengeluaran sehari-hari dengan detail dan terinci, dia juga mesti mengejar target rencana keuangannya. Jika targetnya tak tercapai, ia akan sangat kecewa. Semakin banyak dan tinggi target yang akan dicapai, semakin tinggi pula kecemasan yang dialami. Begitu juga ketika ada peristiwa yang terjadi di luar dugaan, tingkat stresnya bisa langsung meninggi.

Ida juga meyakini, sikap kelewat tertib dalam mencatat pengeluaran adalah tindakan buang-buang waktu. Bisa dibayangkan berapa waktu yang dibutuhkan untuk mencatat pengeluaran sehari-hari secara detail. Meski begitu, Ida juga tidak setuju jika pasangan terlalu longgar mengatur keuangannya. Tidak adanya perencanaan yang matang dan pencatatan pengeluaran, sangat mungkin membuat seseorang mengalami kesulitan. Boleh jadi ia akan terjebak pada sikap boros. "Bisa dibayangkan jika gaji setiap bulannya selalu akan habis dalam waktu 1-2 minggu saja."

KONDISI IDEAL

Idealnya, ungkap Ida, kombinasi antara si fleksibel maupun si kaku/si detail mesti jadi acuan. Di satu sisi pasangan harus bersikap fleksibel, tapi di sisi lain harus ada perencanaan dan target yang jelas. Sebuah keluarga sebaiknya mengawasi pengeluaran keuangannya agar bisa diatur dan dibatasi. Dengan begitu, konsep lebih besar pasak daripada tiang bisa dihindarkan.

Rencanakan juga target yang jelas. Misalnya dalam usia perkawinan ke sekian harus sudah punya rumah atau mobil dan sebagainya. Akan tetapi buatlah rencana keuangan yang bersifat fleksibel. Ingat, ada situasi dan kondisi tertentu yang bisa mengacaukan rencana keuangan. Intinya, jangan jadikan target sebagai beban. Ambil juga beberapa produk investasi yang berfungsi memproteksi barang atau rencana keuangan, semisal produk asuransi.

Sediakan juga "tabungan siaga" yang merupakan bentuk antisipasi jika ada musibah atau peristiwa yang tidak terduga, seperti PHK, kecelakaan, terkena penyakit kronis, dan lain-lain.

Saeful Imam