Keluhan anak tak mau makan, amat sering kita dengar. Malah sering terjadi, acara makan menjadi acara "perang" antara ibu dan anak.
Salah satu problem pada usia batita, kata psikolog dari Surabaya, Dra. Psi. Astrid Wiratna, adalah soal susah makan. Salah satu penyebab utamanya, karena usia itu merupakan masa peralihan. "Kalau biasanya dia makan makanan yang serba cair atau lembek, kini harus mengkonsumsi makanan padat. Artinya, dia harus mengunyah dan bukan lagi tinggal menelan seperti dulu. Akhirnya, si anak jadi malas makan."
Itulah sebabnya orang tua selalu dianjurkan mengenalkan makanan padat pada anak secara perlahan. "Anak, kan, perlu adaptasi. Harus menyesuaikan diri dulu. Jangan harap ia menghabiskan makanan sepiring penuh. Sedikit-sedikit dululah," saran Astrid. Celakanya, orang tua sering tak sabaran. Akhirnya, si anak dipaksa. "Jelas, kan, strateginya yang salah. Bukan anaknya yang rewel!"
Si anak sendiri, karena dipaksa, jadi makin rewel dan bisa berakibat trauma. Apalagi anak usia batita, egonya sedang tumbuh, ingin menjadi "aku" dan semua yang ada di luar dirinya dianggap "bukan aku".
MENYENANGKAN
Sebenarnya, jelas Astrid, tanpa dipaksa pun, anak akan mencari atau minta makan bila ia lapar. "Makan itu, kan, kebutuhan biologis. Tapi kalau kita beri warna-warna negatif seperti pemaksaan, anak akan menghubungkan makan dengan hal negatif pula."
Jadi, bagaimana jalan keluar yang terbaik? Yang utama, tutur Astrid, ciptakan lingkungan dan pengalaman yang enak saat makan. "Anak pun akan merasa, makan merupakan kegiatan yang menyenangkan." Astrid juga mengingatkan, buat anak, makan bukan sekadar mengunyah dan menelan, tetapi terkait pula dengan relationship. "Jadi, selain tanpa paksaan, siapa yang memberinya makan juga merupakan satu unsur penting. Orang tadi harus punya hubungan baik dengan anak. Ramah, sabar, tak terburu-buru, dan tak memaksa," terang Astrid.
Kalau sejak awal sudah tercipta suasana menyenangkan dan hangat, anak pun tak sulit makan. Sebab, di benaknya sudah tertanam, kegiatan itu menyenangkan. "Sama dengan anak belajar sepeda. Kalau pertamanya jatuh, dia jadi takut untuk mencoba lagi. Begitu pula dengan makan. Meski ia diberi ayam goreng lezat tapi cara memberinya dengan memaksa atau marah-marah, ya, buat dia, ayam goreng identik dengan kemarahan. Akibatnya, ia tak mau lagi makan ayam alias trauma."
Asal tahu saja, trauma atau gangguan emosional, menjadi penyebab utama anak sulit/takut makan.
KREATIF
Enak-tidaknya makanan, lanjut dosen luar biasa Universitas Surabaya, Petra, dan Widyamandala Surabaya ini, hanya bisa dirasakan anak. "Yang kita tahu, kan, makanan masuk mulut anak. Tapi bagaimana rasanya, ya, si anak sendiri yang tahu." Karena itu, saran Astrid, cicipi dulu sebelum diberikan. "Kalau kita saja sudah merasa makanan itu tak enak, apalagi si kecil."
Astrid kemudian memberi contoh makanan berupa ati yang digiling halus. "Kita saja tahu, baunya amis. Nah, itu pula yang dirasakan anak. Jadi, harus disiasati supaya tak amis." Tak heran, kan, kalau anak menolak makan? Sudah tak enak, eh, dipaksa pula.