Begitulah. Ketika Peni mengejan menjelang bayi keluar, syaraf mata sebelah kirinya tertarik. Akibatnya, mata kiri Peni mendadak buta. "Cuma, mungkin karena saking bahagianya, saya baru sadar mata tidak berfungsi lagi beberapa jam kemudian," urainya.
Proses persalinan itu, katanya, agak disesalinya. "Soalnya, dokter mata lupa bilang, penderita glukoma dilarang melahirkan secara normal. Tapi, sudahlah, untuk apa disesali yang sudah terjadi."
Dokter pun berusaha keras mempertahankan mata kanan Peni. Mengingat jantung Peni lemah, dokter menyarankan operasi dengan laser ketimbang menggunakan obat-obatan. "Sayangnya, meski sudah di-laser, tetap tak berhasil. Mata kanan saya makin lama makin redup." Apalagi, obat tetes mata yang selama ini digunakannya secara terus-menerus, menimbulkan katarak di bola matanya.
Biji Mata Nyaris Diangkat Akibat melemahnya penglihatan Peni, ia terpaksa harus keluar dari pekerjaannya. "Saya sudah kesulitan membaca huruf yang kecil-kecil. Padahal, pekerjaan saya sangat vital, di antaranya membuat akta perjanjian yang memerlukan ketelitian." Padahal, lanjut Peni, pimpinan perusahaan berusaha mempertahankan dirinya.
Yang mengherankan, meski sudah cacat, tak satu pun teman sekantornya, termasuk pimpinannya, tahu. "Mereka meledek saya, kok, sekarang cara berjalannya jadi seperti ndoro putri, pelan-pelan. Padahal dulu saya terkenal energik. Mereka tidak tahu penglihatan saya sudah tidak awas."
Peni mengaku, sengaja tak pernah curhat soal penyakitnya. "Nanti malah dikasihani. Padahal, kalau dikasihani, justru melemahkan mental saya," kata Peni yang kemudian mencari kesibukan di rumah dengan membuka usaha desain interior kecil-kecilan. "Akhirnya berhenti karena mata saya makin parah."