"Bunda, Jaga Adik Dalam Kandungan, Ya" (2)

By nova.id, Jumat, 17 April 2009 | 05:59 WIB
Bunda Jaga Adik Dalam Kandungan Ya 2 (nova.id)

Mimpi Tandan Pisang Yang Hilang

Bunda Jaga Adik Dalam Kandungan Ya 2 (nova.id)
Bunda Jaga Adik Dalam Kandungan Ya 2 (nova.id)

"Nuryati menenangkan putra bungsunya yang histeris mendengar kabar kematian ayahnya. "

"Din, dompetnya masih ada enggak? Atau mungkin bajunya, Din? Enggak ada yang sisa ya, Din?" tanya Nuryati kepada Syamsudin kerabat dan rekan kerja suaminya, Serda Bakhtiar, sambil bercucuran airmata.

Wajar jika Nuryati mencari barang terakhir yang dikenakan almarhum suaminya yang ikut tewas dalam insiden Fokker jatuh ini, "Sebelum meninggal Mas Tiar tidak memberikan pesan apapun."

Sebetulnya, sehari sebelum kejadian, suaminya cerita hendak ke Bandung mengantar 18 Prajurit Khas AU latihan rutin di lanud Husein Sastranegara, Bandung. "Mas Tiar sempat berniat mengajakku dan dua anak kami, Chintya (7) dan Zidan (4). 'Biar bisa jalan-jalan', katanya saat itu," papar Nuryati. Namun, akhirnya Tiar membatalkan niatnya.

Seperti biasa, di hari kejadian itu suaminya bangun dan salat subuh. Nuryati menyiapkan perlengkapannya. Setelah menyeruput teh manis buatan sang istri, Tiar pamit menuju Bandara Halim Perdanakusumah yang hanya berjarak beberapa ratus meter dari rumahnya.

Semua berlangsung biasa. Sampai sekitar pukul 15.00 wib, saat Nuryati dan anak-anak tidur siang, "Aku mendengar suara teriakan panjang, "Buuuu...." Kupikir suara itu suara Zidan anak bungsuku. Saat aku masuk ke kamar Zidan untuk memastikan, aku mendapati anak laki-lakiku tertidur lelap. Saat itu kupikir aku baru saja berhalusinasi," ungkapnya sambil terus meneteskan airmata.

Sore harinya, Nuryati mendapat telepon dari Syamsudin yang dengan terbata mengabarkan pesawat yang ditumpangi suaminya jatuh dan terbakar. "Tumpahlah tangisku. Kata Syam, tim penyelamat sedang berusaha mengevakuasi jenazah para korban. Ya, Tuhan... jatuh dan terbakar? Pedih rasanya membayangkan itu."

Entah kenapa aku teringat teriakan yang siang tadi kudengar. Aku bertanya-tanya dalam hati, "Mungkinkah teriakan tadi adalah teriakan Mas Tiar? Kalau benar, pasti ia menanggung sakit selama dua jam itu. Astaghfirullah, mengapa ini harus terjadi kepadaku? Bagaimana nasib kedua anak kami," isak Nuryati yang selalu mengikuti perkembangan dari TKP.

Jenazah Tiar dibawa ke RS Salamun, Ciumbeuleuit, Bandung. Berdasarkan keterangan tim evakuasi, jenazah Tiar yang pertama kali berhasil diidentifikasi dan ditemukan di kursi penumpang paling belakang dengan kondisi tubuh utuh. Sedangkan sisanya, hangus terbakar.

"Lega sekali mengetahui suamiku tidak harus merasakan kesakitan karena terbakar hidup-hidup," ungkapnya yang saat itu tak kuat untuk memberitahu mertuanya di Makassar. "Apalagi Mas Tiar sempat janji akan mengunjungi mereka," sambungnya yang merasa sedih karena tak diizinkan melihat wajah suaminya untuk terakhir kali sebelum dikebumikan di TMP Kalibata.

Sepulang dari makam, Nuryati memandangi jalanan depan rumahnya yang masih hitam karena aspal baru. Suaminya yang mengaspal sendiri, Sabtu (4/4) lalu. "Sebetulnya jalannya belum terlalu rusak. Tapi Mas Tiar ingin sekali memperbarui aspalnya. Setiap kali ada tetangga lewat dan bertanya, Mas Tiar selalu menjawab,'Iya, biar rapi. Enggak enak, kan, kalau ada banyak tamu aspalnya kayak begini.' Kalau dipikir-pikir sekarang, dalam waktu dekat kami tak akan melakukan acara besar dan mengundang tamu banyak. Ah, mungkin doa sudah merasakan firasat dirinya akan segera meninggalkan kami. Selamat jalan suamiku. Semoga Allah bersamamu," ungkapnya.