Tabloidnova.com - Air mata Misbah seketika mengalir ketika sejumlah wartawan menemuinya di ruang Unit Gawat Darurat RSUD Bima, Nusa Tenggara Barat, Kamis (9/6/2016).
Wanita berusia 42 tahun asal Desa Rupe, Kecamatan Langgudu, Bima, itu menatap iba sang buah hatinya, Muhammad Wildan, yang terbaring tanpa baju di atas ranjang.
Bayi malang hasil pernikahannya dengan Abdullah itu divonis menderita penyakit hydrocephalus oleh dokter sejak usianya masih hitungan minggu.
Kepala Wildan membengkak sebesar bola basket akibat gangguan aliran cairan di dalam otak.
Gangguan itu menyebabkan cairan tersebut bertambah banyak dan berisiko menekan jaringan otak di sekitarnya, khususnya pusat-pusat saraf yang vital.
Semakin hari, cairan di kepala Wildan bertambah banyak. Bayi mungil berusia 6 bulan itu tak henti-hentinya menangis, menahan rasa sakit luar biasa.
Ketika hendak diajak bicara oleh wartawan, Misbah tak kuasa bertutur kata. Perlahan, air matanya membasahi pipi tanpa bisa ditahan. Kesedihannya tak terbendung karena sudah 10 hari terakhir Wildan belum menunjukkan tanda-tanda membaik.
Sang ayah, Abdullah, menuturkan, anak keduanya ini lahir dengan jalan operasi karena kondisi istrinya sangat lemah waktu itu.
Seusai kelahiran, hari-hari Wildan awalnya biasa saja, tidak ada tanda-tanda kelainan. Memasuki usia satu bulan ke atas, gejala pembengkakan pada kepada anaknya mulai terlihat. Ketika itu, Wildan mulai sering menangis pada malam hari karena kesakitan.
Baca juga: Perjuangan Orangtua Penderita Sindrom Apert
Bermodal kartu berobat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dari pemerintah, Abdullah yang bekerja serabutan ini beberapa kali memeriksakan kondisi Wildan ke dokter dan rumah sakit.
"Saya sudah tidak ingat berapa kali membawa Wildan ke dokter dan rumah sakit. Dalam minggu ini saja sudah 3 sampai 4 kali," tutur Abdullah.
Kini kondisi Wildan kian memburuk. Hasil pemeriksaan terakhir, Wildan harus dirujuk ke Rumah Sakit Sanglah, Denpasar.
Ia harus dioperasi untuk mengeluarkan cairan dalam kepalanya. Apa hendak dikata, Misbah dan Abdullah tergolong warga miskin.
Mereka tak memiliki biaya untuk berobat lanjut ke Denpasar. Upaya membawa Wildan ke Bali tidak lagi terpenuhi.
"Wildan sudah dua kali dibawa ke Bali, sekarang untuk ketiga kalinya diminta lagi dirujuk. Kami sudah tidak punya biaya apa-apa lagi karena habis pengobatan sebelumnya," kata Abdullah.
Kini suami-istri tersbeut hanya bisa pasrah dan berharap mukjizat dari Tuhan untuk kesembuhan Wildan.
Abdullah akan sangat bersyukur bila ada dermawan yang bermurah hati mau membantu biaya pengobatan anaknya.
"Kami pasrah dan berserah diri kalau Allah berkehendak untuk mengambil nyawa Wildan karena sudah berusaha maksimal untuk kesembuhannya," ujar Abdullah tak kuasa menahan sedih.
Syarifudin / Kompas.com