Di Inggris, Gaji PRT Indonesia Mencapai Rp 35 Juta Sebulan

By nova.id, Jumat, 10 Juni 2016 | 12:01 WIB
Musiri bersama dengan salah satu putrinya di halaman rumahnya di Bojonegoro, Jawa Timur. (nova.id)

Dengan mobil barunya nanti, Musiri berharap dapat mengemudi sendiri dari rumah kontrakannya ke rumah keluarga Lebanon yang mempekerjakannya di apartemen mewah yang menghadap ke Sungai Thames, London.

Sementara itu di kawasan Southall, komunitas warga India dan Pakistan berbaur dengan komunitas dari negara-negara lain, termasuk dari Indonesia.

Di kawasan yang suasananya kental dengan nuansa Asia Selatan ini, terdapat Ida, seorang tenaga kerja Indonesia yang enam tahun lalu terancam dipulangkan karena masa berlaku visanya habis.

Karena paspor ditahan majikan, ia mengaku kabur tanpa dokumen setelah merasa mendapat perlakuan buruk dari majikan, keluarga seorang diplomat Indonesia.

Kini Ida tinggal di sebuah rumah tak jauh dari jalan utama, dan sudah punya dua anak, masing-masing berusia tiga bulan dan dua tahun.

Soal visa serta paspor, ia mengaku sudah mengantongi semua dokumen penting tersebut.

"Visa sudah beres, paspor juga sudah beres. Dan Insya Allah mengajukan lagi tahun 2018, visa domestic worker continue (perpanjangan visa pekerja domestik)," Ida berkisah.

Meskipun sudah memiliki dua anak, Ida mengaku masih bisa membantu ibunya di Lampung dengan mengirimkan uang secara berkala.

Kisah Musiri dan Ida, menurut Anis Hidayat, Direktur Migrant Care, mencerminkan mobilitas sosial ekonomi pekerja domestik dan itu terbukti di kampung-kampung asal mereka.

"Hasil penelitian Migrant Care tahun 2014 dan yang juga kita lakukan lagi tahun 2015 itu menunjukkan bahwa memang buruh migran perempuan yang bekerja sebagai PRT di banyak negara merupakan aktor penting dari pembangunan di Indonesia.

"Para TKI itu secara nyata menggerakkan pembangunan. Di NTT misalnya, itu hampir mayoritas sarjana, dan di NTB itu sumbangan buruh migran perempuan karena jerih payah mereka di luar negeri," Anis menjelaskan.

Di samping "menelurkan" sarjana, Anis menambahkan, sebagian TKI yang pulang melanjutkan pendidikan mereka ke perguruan tinggi. Hasil nyata lain yang jamak dilihat adalah pembangunan fisik, terutama rumah, di kantong-kantong daerah asal TKI.

Ervan Hardoko / Kompas.com