Tabloidnova.com - Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya mengatakan, penyidik mendapatkan informasi bahwa masih ada beberapa dokter lain yang menggunakan vaksin palsu di Rumah Sakit Harapan Bunda, Jakarta.
Dari rumah sakit tersebut, polisi telah menetapkan dokter Indra sebagai tersangka.
"Saya liat ada informasi itu, ada data yang perlu kami klarifikasi," ujar Agung di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (18/7/2016).
Atas informasi tersebut, penyidik mengkonfirmasinya dengan memeriksa sejumlah saksi. Agung mengatakan, keterangan tersebut akan dibandingkan dengan data-data yang ada untuk menguji kebenarannya.
"Karena kami harus mengacu pada fakta yang sesungguhnya," kata Agung.
Hari ini, penyidik kembali memeriksa sejumlah saksi dari berbagai pihak. Agung membenarkan bahwa di antara para saksi tersebut juga ada pihak rumah sakit dan dokter.
Polisi tengah mendalami kemungkinan adanya terlibatnya dokter lain di Rumah Sakit Harapan Bunda dalam kasus vaksin palsu.
Baca juga: Rumah Megah Pembuat Vaksin Palsu Dilengkapi Kolam Renang
Kasubdit III Ditipideksus Bareskrim Polri Komisaris Furqon Budiman mengatakan, ada atau tidaknya tersangka lain dalam kasus ini akan tergantung dari hasil pemeriksaan berdasarkan alat bukti yang didapat.
Saat ini, sudah ada 44 peserta imunisasi di RS Harapan Bunda yang dipastikan menjadi korban vaksin palsu. Mereka adalah peserta imunisasi yang ditangani oleh Indra.
Menurut Futqon, 44 anak tersebut dipastikan menjadi korban setelah melalui proses verifikasi.
Presiden Joko Widodo sebelumnya menginstruksikan kepada Polri untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Harapannya, kasus itu tidak terulang.
"Saya sudah memerintahkan Kapolri, Kabareskrim, untuk terus meneliti satu per satu secara detail jaringan dan pelaku vaksin palsu agar ke depan tidak terulang lagi," ujar Jokowi.
Direktur Rumah Sakit Harapan Bunda Finna mengakui bahwa pihaknya kecolongan dalam mengawasi penggunaan vaksin. "Ya, kami kecolongan," ujar Finna saat menjawab pertanyaan wartawan di Kantor Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Jakarta Pusat, Sabtu (16/7/2016).
Ia mengatakan, penggunaan vaksin palsu ini merupakan bentuk kelalaian manajemen rumah sakit karena perawat dan dokter yang bekerja di dalamnya terbukti menjadi pelaku dalam kasus vaksin palsu ini.
Ia pun menyatakan bahwa selama ini orangtua anak yang diimunisasi dengan vaksin palsu tersebut langsung membayar vaksin melalui perawat atau dokter yang kini menjadi tersangka.
"Ke depannya kami memang harus melakukan pengawasan secara lebih ketat agar kejadian serupa tak terulang," lanjut Finna.
Ambaranie Nadia Kemala Movanita / Kompas.com