Gusriyani, Membatik Laba di Atas Kain Besurek

By Dionysia Mayang, Senin, 24 Juli 2017 | 07:27 WIB
Gusriyani, Membatik Laba di Atas Kain Besurek (Dionysia Mayang)

Nova.ID - Kecantikan dan keunikan batik tidak hanya dapat dilihat dari coraknya saja namun pada proses pembuatannya juga. Kain batik tidak hanya sekadar karya seni yang patut dihargai keberadaannya namun secara tidak langsung dapat mewakili komunikasi non verbal bagi yang mengenakannya. “Kain Batik Besurek merupakan kain khas Bengkulu dengan corak berbeda dari batik pada umumnya,” ujar Gusriyani.  

Secara makna, besurek berarti bersurat, karena motifnya adalah kaligrafi huruf Arab serta huruf kaganga yang merupakan huruf asli Bengkulu. Untuk menarik minat pembeli, sesekali dikombinasikan dengan motif lain seperti bunga. “Yang jadi favorit motif besurek dipadu dengan motif bunga Rafflesia arnoldii,” ujar ibu satu anak yang juga mengajak tetangganya, para wanita, untuk menjadi pengrajin batik.

(BACA: Lengkapi Koleksi Batik dengan 3 Ragam Batik Jawa Barat Ini)

Kecintaan terhadap seni batik berawal dari ajakan sang kakak untuk bergabung di salah satu sanggar batik setelah ia lulus SMA. Di sanggar batik tersebut, ia melihat secara langsung proses pembuatan batik yang dimulai dari pembuatan motif, proses membatik, pewarnaan hingga menjadi kain batik yang siap dipasarkan. Awalnya Gusriyani tertarik untuk mencoba membuat motif batik menggunakan media kertas. “Sebenarnya saya tidak bisa menggambar, tetapi karena keinginan kuat, kertas koran pun saya coret-coret dengan motif batik,” terang Gusriyani.

Setelah merasa coretan motif batiknya bagus, Gusriyani mencoba membubuhkan motif batik di kain. “Begitu seterusnya sampai saya punya beberapa kain batik hasil kreasi sendiri, yang paling penting adalah tidak pernah berhenti mencoba,” papar Gusriyani yang kemudian menjual kain batiknya ke toko sang kakak. Walaupun sudah mampu membuat motif, Gusriyani merasa perlu belajar tentang teknik membatik yang baik, sehingga ia belajar menjadi karyawan pada seorang pengusaha batik selama lima tahun. Singkat cerita, kegigihan usaha Gusriyani mengantarkannya menjadi pemasok batik ke beberapa pengusaha. Untuk memenuhi target pasokan, Gusriyani mengajak tiga saudaranya membantu membuat batik.

Pengalaman Jadi Guru Terbaik

Setelah membina rumah tangga dengan Dharmansyah, Gusriyani mulai mewujudkan mimpinya untuk membuka usaha Batik Besurek. Dengan modal yang dimiliki, Gusriyani membeli bahan baku membatik berupa lilin, kain, canting dan pewarna langsung dari Pekalongan, Jawa Tengah. Ia juga menyulap teras rumah untuk memamerkan hasil karya batiknya. Tak hanya sampai disitu, Gusriyani juga membangun hubungan baik dengan berbagai instansi pemerintah maupun swasta di Kota Bengkulu agar dapat diikutsertakan dalam pameran.

Pertama kali  mengikuti pameran di Jakarta, rezeki langsung menghampiri Gusriyani. Seorang pengusaha  memesan sarung batik cetak sebanyak 1000 lembar. “Sebagai pemula, pesanan segitu membuat saya kaget,” cerita Gusriyani yang kemudian menghubungi pengusaha batik mesin untuk bekerja sama menggarap pesanan tersebut.

(BACA: Inspiratif! Mantan Narapidana Ini Sukses JadI Pengusaha Usai Bebas dari Penjara)

Namun, Gusriyani harus menelan kekecewaan. Pasalnya, separuh dari jumlah pesanan tadi mendadak dibatalkan secara sepihak. Ternyata, ukuran sarung yang dibuat pabrik tekstil lebih kecil dari yang dipesan. Meski kesalahan ada di pihak pabrik, Gusriyani ikut merugi juga karena telanjur menyediakan kotak dan tas untuk sarung. “Saya rugi besar. Yah, hitung-hitung perkenalan sebagai pengusaha pemula,” kenang Gusriyani pasrah. Pengalaman berharga tersebut memberikan pembelajaran baginya untuk lebih berhati-hati dalam menjalin hubungan dengan pihak ketiga. “Dari pengalaman tersebut saya jadi lebih selektif dalam membina kerjasama karena apabila sampai salah memilih maka beresiko terhadap kepercayaan dan nama baik,” ujarnya menambahkan.

Tatangan Pengembangan Usaha

Gusriyani menyadari berjualan batik tidak sama dengan berjualan manisan yang laku saban hari. Namun persaingan yang muncul tidak membuatnya menjadi gusar. “Buktinya, ada saja pembeli yang datang untuk membeli, kok,” ungkap Gusriyani yang paling sering mendapat pesanan membuat seragam kantor. Baru-baru ini, Bank Indonesia telah memesan 50 potong seragam darinya. Mau tidak mau ia harus menambah jumlah karyawan. “Bila perlu suami saya ikut membantu menggambar motif batik,” ujarnya seraya tertawa.

Lama waktu mengerjakan sepotong kain batik biasanya tiga hari per karyawan. “Tinggal menghitung jumlah karyawan yang diperlukan untuk mengejar tenggat waktu. Upah karyawan Rp10 ribu per meter,” lanjut Gusriyani yang selalu menyediakan uang dengan nominal tertentu sebagai persediaan di rumah.

Seiring dengan permintaan pasar yang semakin tinggi, Gusriyani mulai memanfaatkan pinjaman kredit dari Bank BRI. Pada tahun 2013, awalnya ia mencoba KUR BRI sebesar Rp20 juta, dan ternyata usahanya berkembang dengan pesat sehingga Gusriyani memutuskan untuk tetap setia menjadi debitur BRI. “Saya memilih BRI karena persyaratannya tidak rumit. Alhamdulillah, saya selalu tepat waktu melunasi cicilan sehingga BRI selalu mempercayai saya hingga saat ini, ditambah BRI banyak membantu saya dalam membuka pasar baru melalui pameran di luar kota” akunya.

(BACA: Harga Bersaing! Inilah 5 Tempat Belanja Kain Termurah di Jakarta )

Seiring berjalannya waktu, Gusriyani memperluas ruang pajangan batik dari teras rumah menjadi ruko yang berlokasi di Jl. Raflesia RT. 03, RW 01 Kelurahan Nuas Indah, Kec. Ratu Agung, Bengkulu. Selain lebih strategis dan nyaman, ruangannya menjadi lebih luas sehingga cukup untuk menampung seluruh kain dan baju batik dagangannya yang dibanderol dengan variasi harga antara Rp400 hingga Rp600 ribu. Ia juga menyediakan tempat khusus untuk menampilkan kreasi tas tangan dan dompet dengan motif khas Bengkulu.

Kreasi, Kunci Bertahan Dalam Persaingan 

Keaslian motif batik diperlukan dalam mempertahankan kualitas Batik Besurek. Selain itu, kain batik memiliki keunikan tersendiri karena keindahannya akan terlihat berbeda dari masing-masing orang. “Saya bilang tidak bagus, orang bilang biasa saja, begitu juga sebaliknya terkadang saya merasa motifnya biasa ternyata pembeli bilang indah dan bagus. Pernah kejadian saat pameran di Jakarta, saya mengenakan batik yang menurut saya biasa-biasa saja. Eh, ada pelanggan minta saya mencopot baju karena mau ia beli. Yah, saya kasih saja,” katanya sembari tertawa.

Di tengah gempuran bisnis serupa, tercatat ada sembilan orang pengrajin batik Besurek di Kota Bengkulu sedangkan pedagangnya setiap saat terus bertambah. Guna mempertahankan keberlanjutan bisnisnya, Gusriyani memacu dirinya untuk berkreasi menciptakan motif-motif baru. “Mengerjakan batik harus gesit dan kreatif, banyaknya motif baru yang dihasilkan dapat mengundang minat pembeli sesuai dengan selera yang disukai,” ucap Gusriyani membeberkan rahasia usahanya.

 “Alhamdulillah dari hasil usaha Batik Besurek, saat ini saya telah mampu memperbaiki rumah serta memperluas tempat usaha,” paparnya. Di samping itu, Gusriyani patut bersyukur melalui usahanya melestarikan kain tradisional, ia juga mampu menciptakan lapangan pekerjaan untuk keluarga serta masyarakat.

Tumpak Sidabutar