Salut, Pria Ini Rela Pertaruhkan Nyawa Selama 5 Tahun Demi Pendidikan Berkualitas Bagi Anak-anak di Desa

By , Selasa, 8 Agustus 2017 | 07:51 WIB
Beberapa pelajar siswa berada di tali penyeberangan darurat di Sungai Ranteangin dibantu personil Kodim 1412 Kolaka saat hendak ke sekolah dari Desa Maroko ke Desa Tinokari, Wawo, Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara, Jumat (28/7) (Nova)

NOVA.id - Hampir lima tahun sudah Sersan Kepala (Serka) Darwis, prajurit TNI Korem 143/HO Kendari membantu sejumlah anak-anak  menyeberangi derasnya arus sungai Ranteangin di Kolaka Utara (Kolut), Sulawesi Tenggara (Sultra) untuk bersekolah.

Dilansir dari Kompas.com, hanya dengan berbekal tali slag atau katrol, dan selembar papan dan bambu, anggota Babinsa Lalusua, Kolaka Utara itu setiap harinya harus bertaruh nyawa untuk membantu para siswa melintasi sungai selebar 60 meter.

Baca juga: Tragis! Diduga Kesal, Guru Sekolah Bekap Mulut Siswinya Hingga Tewas

"Satu kali seberangkan anak-anak untuk sekolah bisa tiga orang, bahkan anak kecil saya gendong dengan pakai sarung."

"Supaya aman, tali dililitkan di badan anak-anak kalau mau nyeberang," tutur Darwis dihubungi via teleponnya, Sabtu (5/8), seperti yang dikutip dari Kompas.com.

Kondisi itu terjadi karena tidak ada jalan alternatif lain yang bisa digunakan warga Desa Maroko, Kecamatan Wawo untuk menuju Desa Tinakari, Kecamatan Ranteangin, Kolaka Utara.

Baca juga: Polisi Masih Tunggu Hasil Otopsi Bayi di Freezer

Di desa itu belum terdapat fasilitas pendidikan ataupun  pasar, sehingga warga Desa Marako harus menyeberangi sungai agar bisa sampai tujuan.

Kondisi tersebut sudah berlangsung berpuluh-puluh tahun.

Namun hingga kini Pemerintah Daerah Kolaka Utara tidak kunjung membangun jembatan penghubung dua wilayah itu. 

"Kalau cuaca bagus bisa dibantu sama kakak-kakaknya, kalau cuaca buruk saya harus ada di situ karena berbahaya," ujarnya.

Dia bercerita, sebelum ada alat tali gantung, anak-anak harus menyeberangi sungai dengan rakit darurat yang terbuat dari batang pohon pisang.

Baca juga: Mengejutkan! Raline Shah Didapuk Jadi Direktur Maskapai Penerbangan Terkenal, Ini Alasannya

Akhirnya warga pun berswadaya membeli peralatan tali, bambu, dan papan untuk membuat jembatan tali tersebut.

Ketinggian gantungan tali yang menjadi jalur penyeberangan warga, dari permukaan air sekira 7 meter.

Pada musim kemarau, kedalaman air sungai sekitar 2 meter, sedangkan saat musim hujan, ketinggian air mencapai 6 meter.

"Dari Desa Maroko siswa SD dan SMP satu atap harus ditempuh 3 kilometer dan untuk siswa SMA atau Aliyah 6 kilometer jaraknya dari rumah mereka," kata Darwis.

Baca juga: Yang Harus Diperhatikan Sebelum Memberi Gadget pada si Kecil

Anggota TNI yang akan pensiun 6 tahun lagi itu menyebut, niatnya untuk membantu didasari oleh harapan agar anak-anak di Desa tersebut bisa tetap mengenyam pendidikan. 

"Sebagai anggota Babinsa kita diwajibkan untuk membantu masyarakat, bukan hanya mengetahui masalah masyarakat tapi juga harus dicarikan solusinya."

"Termasuk soal akses pendidikan masyarakat di wilayah dampingannya kita," tambah Darwis.

Sementara, para pelajar mengaku takut karena setiap kali bergantung di tali ini untuk menyeberang sungai. Terlebih saat musim hujan arus sungai begitu deras.

Baca juga: Baju Ayu Ting Ting saat Foto Gandeng Erat Raffi Ahmad Jadi Sorotan, Berapa Sih Harganya?

"Sebenarnya saya takut sekali kalau saat banjir," kata Usman, siswa SDN 2 Wawo, seperti dalam rekaman wawancara yang diterima, Selasa (18/7).

Tak hanya anak-anak, warga yang hendak menjual hasil panen kebun mereka juga melintasi Sungai Ranteangin dengan menggunakan tali gantungan. (*)

Artikel ini pernah tayang di Kompas.com dengan judul, "Kisah Serka Darwis Bertaruh Nyawa agar Anak-anak Desa Bisa Sekolah."