"Rohedi/nakita "
Pasti anak Ibu banyak makan telur, makanya bisulan." Begitu, kan, komentar yang sering kita dengar? Padahal, itu sama sekali tak benar! "Itu cuma mitos," ujar dr. Titi Lestari Sugito, SpKK. "Enggak ada kaitannya, kok, antara telur dan bisulan," lanjut dokter spesialis kulit dan kelamin RSUPN Ciptomangunkusumo ini.
Justru telur adalah makanan bergizi. "Telur itu, kan, mengandung protein. Jadi, boleh diberikan kepada anak," tandas Titi. Bukankah kecukupan gizi yang baik akan meningkatkan daya tahan tubuh menjadi lebih baik? Lantas, apa, dong, sebenarnya yang membikin bisul?
LINGKUNGAN KURANG BERSIH
Bisul atau bisulan (kalau jumlahnya banyak) yang dalam bahasa kedokteran disebut furunkel, seperti dituturkan Titi, merupakan radang atau infeksi yang disebabkan oleh kuman atau bakteri staphylococcus aureus. "Bisul bisa menyerang siapa saja dan dari golongan usia berapa saja, namun yang paling sering diserang adalah bayi dan anak-anak." Lo, kok, begitu?
Seperti kita ketahui, faktor kebersihan memegang peranan penting dalam terjadi-tidaknya infeksi. Bila lingkungan kurang bersih, infeksi pun akan mudah terjadi. Sementara yang namanya anak, identik dengan dunia bermain, termasuk main yang kotor-kotor semisal main tanah. Belum lagi habis main si anak langsung pegang ini-itu tanpa cuci tangan lebih dulu. "Nah, kalau kebersihan anak dan bayi tak dijaga dan diperhatikan oleh orang tua, ya, susah. Itu akan mempermudah terjadinya bisul," ujar Titi.
Selain itu, anak-anak biasanya sering menggaruk karena rasa gatal yang ditimbulkan akibat banyak keringat dan biang keringat. Padahal, terang Titi, garukan tersebut dapat merusak kulit sehingga memudahkan masuknya kuman dan timbullah infeksi. "Itulah mengapa anak yang sering berkeringat, apalagi keringat buntet, mudah timbul bisulan."
Umumnya bisulan pada bayi dan anak-anak ditemui di daerah-daerah yang banyak berkeringat seperti di muka, punggung, lipatan-lipatan paha dan sebagainya. Dengan demikian, daerah-daerah tersebutlah yang paling sering digaruk oleh anak atau mendapatkan gesekan, sehingga pertahanan kulit akan terganggu dan mudah terjadi infeksi. Apalagi kulit bayi dan anak-anak masih tipis dan cukup rentan.
Namun jangan pula dilupakan faktor gizi. Sebab, seperti dikatakan Titi, gizi yang kurang juga dapat mempengaruhi timbulnya infeksi. "Bila gizi kurang berarti daya tahan tubuh menurun, sehingga akan mempermudah timbulnya infeksi," jelasnya. Terlebih lagi pada bayi dan anak-anak, kekebalan tubuhnya memang masih kurang dibandingkan orang dewasa.
MEMERAH DAN BENGKAK
Orang tua bisanya kurang tanggap terhadap gejala munculnya bisul. Entah lantaran kurang perhatian atau memang tak tahu seperti apa gejala bisul. Maklumlah, gejala awalnya hanya terlihat semacam bintil merah, baru kemudian membesar dan bahkan terkadang ditemui abses atau bernanah. "Proses membesarnya bisul merupakan proses imflamasi atau radang. Jadi, ada suatu mekanisme atau reaksi dari tubuh terhadap adanya kuman di daerah tersebut," jelas Titi.
Warna memerah dan bengkak merupakan tanda bahwa tubuh memberikan suatu respon dengan berusaha mendatangkan sel-sel radang di sekitarnya untuk mematikan kuman dan mengeluarkan kuman tersebut. Lamanya proses membesar tergantung dari respons imunologis yang dimiliki orang tersebut. Bila responsnya baik, maka makin cepat pula sembuhnya.
Menurut Titi, sebetulnya gejala bisul tak selalu sampai bernanah. Kalau toh akhirnya bernanah, itu pertanda bahwa pertahanan tubuh kurang atau lantaran infeksi tersebut tak segera ditangani. "Tapi bila pertahanan tubuh baik atau infeksinya segera diobati, misalnya pemberian antibiotik, maka tak akan sampai abses. Biasanya bisul cuma memerah dan kemudian mengecil sendiri." Nah, pada anak-anak, karena pertahanan tubuhnya masih kurang, mau tak mau bisul harus diobati.
Biasanya gejala bisul disertai rasa nyeri akibat radang atau infeksinya. Apalagi kalau bisul semakin besar. Tubuh yang tak bisa mengatasi akan mengakibatkan bisul yang timbul menjadi banyak dan bernanah, sehingga terjadilah penyebaran kuman yang tak hanya di satu lokasi saja. Penyebarannya juga bisa lewat darah atau kelenjar getah bening, "Tapi itu jarang sekali terjadi," ujar Titi.
Yang pasti, karena penyebabnya infeksi maka bisul termasuk penyakit menular. "Menularnya bisa karena garukan tangan, sehingga memindahkan kumannya dari satu tempat ke tempat lain." Tak heran awam sering menyebut bisulnya jadi beranak. "Itu menunjukkan daya tahan tubuh anak kurang sekali."
JANGAN DIPENCET
Seringkali bisul dibiarkan saja, tak segera diobati. Tunggu sampai istilahnya "matang". Padahal, justru sebetulnya kalau bisa bisul jangan sampai bernanah, "Karena bisa terjadi kerusakan jaringan yang lebih parah dan banyak lagi. Kulit bisa berongga," terang Titi.
Jika bisul hanya satu atau beberapa dan masih kecil di permukaan biasanya bisa disembuhkan dengan salep antibiotik. Pemakaian obat dalam bentuk salep atau krim yang dioleskan di kulit lebih efektif ketimbang pengobatan jenis lain. Obat-obatan semacam salep ini sangat dianjurkan untuk kulit karena dibuat dengan daya serap yang cukup efektif terhadap kulit. Tapi, jika sudah membesar, agak dalam dan banyak, anak perlu diberi obat antibiotik yang diminumkan juga.
Penisilin juga merupakan salah satu obat pilihan. Cuma, bakteri staphylococcus aureus penyebab bisul bisa mengakibatkan resisten terhadap penisilin, karena kuman tersebut mengeluarkan enzim sehingga penisilinnya tak berfungsi lagi. Akibatnya banyak yang menjadi resisten. Karena itu, anjur Titi, lebih baik berikan obat antibiotik yang tahan terhadap enzim yang dikeluarkan kuman tadi, supaya efektif. Selain itu, penisilin juga merupakan salah satu obat yang relatif sering menimbulkan reaksi alergi.
Bila sudah terjadi abses, sebaiknya nanahnya dikeluarkan. Biasanya dokter akan menginsisi/mengiris dengan pisau tajam sehingga penyembuhannya akan lebih sempurna. Bila pecah sendiri akan menimbulkan kerusakan kulit dan akan berbekas. Begitu pula bila dipaksa dikeluarkan, misalnya dengan dipencet, penyembuhannya akan menimbulkan bekas yang tak sedap dipandang. "Bekas pada jaringan kulitnya akan meninggalkan parut, bisa lekukan atau yang lebih tinggi lagi. Tak mungkin akan normal kembali. Walaupun pada anak kulitnya masih berkembang, namun tetap saja tak akan normal kembali karena jaringannya yang rusak akan membekas," jelas Titi.
Memang, sih, kemajuan teknologi kedokteran memungkinkan untuk mengoreksi bekas luka tersebut dengan operasi. Tapi hal tersebut sangat tergantung pada jaringan parut yang ditimbulkannya. Disamping tentunya memerlukan biaya yang cukup mahal dibandingkan dengan mengobati bisulnya itu sendiri.
Untuk mencegah berulangnya kembali bisul pada anak, dianjurkan agar selalu menjaga kebersihan, baik kebersihan diri si anak maupun lingkungannya. Memang, bila dibandingkan sepuluh tahun lalu, masih banyak ditemui bisulan pada bayi dan anak-anak. "Sekarang ini sudah jauh berkurang. Mungkin karena faktor pendidikan, ekonomi dan gizi yang sudah lebih baik," kata Titi.
Dedeh Kurniasih/nakita