Mendampingi Generasi Z

By nova.id, Minggu, 28 Oktober 2012 | 23:30 WIB
Mendampingi Generasi Z (nova.id)

Mendampingi Generasi Z (nova.id)

"Foto: Getty Images "

Mereka yang disebut sebagai generasi Z (Gen Z) ini adalah generasi yang lahir antara tahun 1994 sampai tahun 2009. Gen Z adalah anak-anak atau orang yang sejak lahir sudah akrab dengan teknologi. Artinya, teknologi sudah menjadi bagian dari hidup mereka sejak mereka lahir ke dunia. Jadi, jangan heran jika anak-anak dari Gen Z sangat mahir menggunakan teknologi apa pun.

Generasi ini berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya, seperti generasi Baby Boomers (lahir 1946 - 1964), generasi X (lahir 1965 - 1980) dan Y (lahir 1981 - 1995). Perbedaan paling tampak adalah ketertarikan Gen Z kepada perangkat gadget di usia yang masih sangat muda. Ibaratnya, anak-anak Gen Z ini sudah sejak dalam perut Sang Ibu "mengenal" gadget. Setelah lahir pun, Sang Ibu asyik menyusui Gen Z ini sambil browsing dan aktif di social media (socmed). 

Menurut psikolog Elly Risman, Psi., dari Yayasan Kita dan Buah Hati (YKBH), Jakarta, Gen Z adalah generasi yang banyak mengandalkan teknologi untuk berkomunikasi, bermain, dan bersosialisasi. "Dari sisi tata nilai, Gen X dan Gen Y mungkin masih lebih bagus. Tingkat kepedulian mereka juga masih lebih tinggi. Tapi, Gen X dan Gen Y tidak secepat Gen Z," jelas Elly. 

Ancaman Pornografi

Nah, dunia kita sekarang ini berada di tangan mereka, Gen Z. Generasi ini mengerjakan pekerjaan rumah, mengerjakan tugas sekolah, berkomunikasi dengan teman, semuanya melalui media internet. Entah Google, Wikipedia, Facebook, Twitter, dan sebagainya. "Nge-tweet dengan smartphone, sambil sibuk browsing dengan PC tablet, di kupingnya (memakai, Red.) headset dengerin musik," kata Elly.

Artinya, mereka adalah anak-anak yang luar biasa, multitasking, instan, penuh tantangan, dan bisa mengatasi tantangan itu. Buat mereka, everything is interesting and fun atau semua hal menarik dan menyenangkan. Inilah yang membuat mereka betah berlama-lama di dunia maya itu. Sementara di dunia nyata, acapkali mereka berhadapan dengan dunia yang penuh omelan, marah-marah, cap, labeling, membanding-bandingkan, dan sebagainya.

Jadi, pola pengasuhan dan pola pembelajaran anak-anak Gen Z ini seharusnya juga berubah. Alias tidak lagi meniru pola pengasuhan generasi sebelumnya. Permasalahan utamanya, orangtua dari Gen Z ini seringkali tidak tahu bahwa mereka memiliki anak-anak Gen Z dengan beragam kelebihan tadi. Bahkan, orangtua kerap memperlakukan anak-anak Gen Z ini seperti mereka diperlakukan ayah ibu mereka 20 - 30 tahun lalu. "Masih pakai pola pengasuhan lama, cara lama, yang sudah pasti sudah tidak relevan. Sudah  kuno," lanjutnya. 

Namun, tantangan yang dihadapi Gen Z juga besar, salah satunya kerusakan otak akibat pornografi. Temuan YKBH, terutama terhadap siswa kelas 4 hingga 6 SD, sepanjang tahun 2008 sampai awal 2010 di Jabodetabek, ditemukan bahwa 67 persen dari mereka telah melihat/mengakses porografi, 37 persen di antaranya mengakses dari rumah sendiri. "Dan ternyata, para orangtua tidak mengetahui atau menyadari apa yang telah disaksikan anak-anak mereka melalui berbagai fasilitas yang mereka berikan untuk anak-anak mereka, seperti TV, games, handphone, internet, dan sebagainya," kata Elly.

Kurang Perhatian

Ahli bedah otak dari Amerika Serikat, Dr. Donald Hilton Jr., mengatakan bahwa pornografi sesungguhnya merupakan penyakit karena mengubah struktur dan fungsi otak. Atau, dengan kata lain merusak otak.

Bagian yang paling rusak adalah prefrontal cortex (PFC) yang membuat anak tidak bisa membuat perencanaan, mengendalikan hawa nafsu dan emosi, serta mengambil keputusan dan berbagai peran eksekutif otak sebagai pengendali impuls-impuls. Bagian inilah yang membedakan antara manusia dan binatang.