Edwin Lau: Enak Di Badan, Tak Enak Di Lidah (2)

By nova.id, Kamis, 25 Februari 2010 | 17:21 WIB
Edwin Lau Enak Di Badan Tak Enak Di Lidah 2 (nova.id)

Pola makan Anda sendiri seperti apa, sih?Sangat tidak mengundang selera. Padahal, masakan saya selalu mengundang selera. Saya makan makanan diet, tapi saya masak makanan sehat. Saya tidak makan garam, minyak, gula, nasi putih, dan bumbu masak. Saya makan nasi merah, dada ayam, ikan yang dikukus tanpa bumbu apa-apa, buah-buahan yang kering-kering (pisang, apel, pir, blueberry), dan oatmeal yang diseduh dengan air panas, bukan susu. Makanan saya tak ada rasa. Tapi intinya, saya makan apa yang dibutuhkan bukan yang saya inginkan.

Isi menunya seperti apa? Saya makan 8 kali sehari. 4 kali makan besar, diselingi 4 kali makan kecil. Bangun pagi saya makan dua mangkok beras merah yang dimasak dengan sedikit air, dua dada ayam yang dipanggang tanpa bumbu, sayuran hijau satu piring. Agak siang makan snack pisang. Makan berikutnya, ubi, dada ayam, dan sayuran hijau, lalu snack berupa sedikit kacang almond. Dilanjutkan makan besar lagi dengan menu ubi, ikan, sayur, kemudian snack oatmeal. Makan terakhir, ubu, ikan, sayur.

Jadi, apa enaknya?Enaknya di badan, bukan di lidah. Bagi saya, semakin kita mengubah rasa bahan makanan alami, akan semakin menimbulkan masalah. Sebab, sebagai umat beragama saya meyakini, chef terbaik adalah Tuhan. Jadi, nikmati seperti apa adanya. Semakin rasa dan bentuknya kita ubah, semakin bermasalah.

Dengan pola makan seperti ini, apa yang Anda rasakan?Sehat, dan itu enak sekali. Tak bisa dijelaskan. Hanya orang sehat dan yang punya badan bagus yang bisa merasakan enaknya. Saya, kan, lahir di Makassar. Orang Makassar itu makan dari ujung hidung sampai ujung ekor, luar dan dalam. Saya juga pernah bekerja di hotel bintang lima, biasa makan makanan para raja. Jadi, semua makanan sudah saya rasakan. Lalu saya bandingkan dengan gaya hidup sehat seperti saat ini. Ternyata apa yang saya rasakan kini jauh lebih nikmat dibanding makanan seenak apapun.

Sejak kapan, sih, mulai punya pola makan seperti ini?Mulai tahun 2006. Ketika saya ikut sebuah kontes model. Saat itu badan saya masih besar dan harus berdiet. Sejak itu, saya diet dan menikmatinya sampai sekarang, meski di lidah rasanya begitu-begitu saja.

Sekarang malah jadi ketagihan, ya?Nagih sih enggak. Cuma saya merasa bersalah kalau makan bebas.

Ada penolakan dari dalam?Saya justru menolak kalau diajak makan bebas. Hahaha... Mungkin otak saya sudah tercuci.

Wah repot dong kalau makan bersama di luar?Saya memang selalu pilih-pilih makanan kalau harus makan di luar bersama pacar atau keluarga. Seperti saat Imlek, saya sudah memasak untuk keluarga, tapi saya juga menyiapkan makanan untuk saya. Begitu juga saat ke pesta bersama teman-teman, saya akan pilih-pilih makanan. Saya pasti akan lebih banyak nongkrong di dekat stand buah, sementara tamu-tamu yang lain mengantri kambing guling.

Pergaulan tidak terganggu?Anehnya, ketika dulu saya makan apa saja, teman saya biasa saja. Setelah saya menjadi "beda", temannya malah jadi banyak. Mungkin karena mereka menganggap saya aneh. Padahal apa yang saya lakukan ini, kan, positif. Ya, zaman sudah bobrok. Tapi, ada yang melihat ini sebuah angin segar. Mungkin karena sudah bosan melihat kebobrokan.

Jadi, apa yang ingin Anda lakukan agar seperti angin segar?Saya ingin membawa pengaruh saya ini sampai ke anak-anak. Saya ingin membangun health centre agar 10 tahun mendatang ada generasi yang beda.

Banyak orang mencoba makan sehat. Tapi banyak pula yang gagal di tengah jalan. Apa tips suksesnya? Kalau sekadar ingin kurus, pasti enggak bertahan lama. Saya punya tujuan tetap sehat sampai 50 tahun ke depan, bahkan sampai mati akan terus begini. Yang penting visinya jelas, punya partner yang benar, dan selalu yakin akan jadi pemenang. Karena pada dasarnya, semua orang dilahirkan akan jadi pemenang.

Cita-cita Anda ke depan?Saya akan menggabungkan 3 pilar utama. Saya akan mencetak healthy chef yang paham makanan sehat, ahli nutrisi, dengan basic olahraga, khususnya fitness karena olahraga ini membangun kekuatan dan ketahanan. Kemudian saya berharap akan muncul healthy chef yang lebih jago dari Edwin Lau. Itu baru saya dikatakan berhasil. Konsepnya mirip sekolah kejuruan, tapi tanpa basa-basi.