Mengenal Kelainan Perkembangan

By nova.id, Senin, 28 Juni 2010 | 17:09 WIB
Mengenal Kelainan Perkembangan (nova.id)

Mengenal Kelainan Perkembangan (nova.id)

"Rohedi/nakita "

Kelainan kaki? Ya, itu mungkin saja terjadi pada buah hati kita. Tapi bagaimana cara mendeteksi atau mengenalinya? Spesialis bedah orthopaedi dari RS Ongkomulyo, Dr. Sumono Handoyo, FICS, menjelaskan, yang perlu diperhatikan pada kaki bayi sampai usia 1 tahun adalah kelainan yang masih disebut sebagai normal variasi. Maksudnya, satu variasi bentuk kaki bayi yang pada suatu saat nanti akan kembali ke bentuk yang normal.

Normal variasi tersebut, lanjutnya, terlihat saat bayi lahir dan akan mengalami perubahan secara spontan ke arah normal dengan bertambahnya usia anak. "Tetapi jika kelainan itu tetap ada setelah anak dewasa, barulah kelainan itu dinamakan suatu kelainan yang abnormal."

Normal variasi tadi memiliki toleransi sampai anak berusia 12 tahun. Kendati demikian, jika tetap muncul pada usia di mana pertumbuhan anak sudah berhenti, "Bisa dianggap sebagai suatu kelainan yang abnormal," tutur Sumono.

PERLU OPERASI

Seperti sudah disebutkan di atas, saat yang tepat untuk mendeteksi adanya kelainan pada kaki bayi adalah saat bayi mulai bisa berdiri atau berjalan. Sedangkan pengobatan yang dilakukan untuk menangani kelainan pada kaki biasanya disesuaikan dengan pertumbuhan anak. "Tujuannya adalah tidak mengganggu perkembangan dari gerak yang alamiah. Kecuali jika terjadi kelainan kaki yang sifatnya abnormal," ujar Sumono.

Apa yang dimaksud dengan abnormal? Misalnya, kaki pengkor atau CTEV congenital talipes equinus varus) yaitu adanya kelainan otot. "Jadi, kaki memanjang secara tidak sama antara yang belakang dengan depan. Bagian belakang ketinggalan, sehingga memutar," ujar Sumono.

Ada dua tipe CTEV, yaitu CTEV tipe fleksibel, yakni yang bisa dikoreksi, dan CTEV tipe rigid. "Kalau ini yang terjadi, sebaiknya tangani sedini mungkin. Bahkan sejak anak lahir. Cara yang dilakukan antara lain mengkoreksi kaki dengan menggunakan gips. "Kalau sudah ada kemajuan, bayi kemudian diberi sepatu khusus (night splin). Sedangkan kalau yang diderita adalah tipe rigid, harus dilakukan operasi."

SEPATU KHUSUS

Kembali ke soal kelainan-kelainan normal variasi, yang umum terjadi adalah kaki datar (flat feet), kaki X (knock knee), kaki O (bow leg), twing out dan twing in (jempol kaki berputar ke luar atau ke dalam).

Kelainan normal variasi ini dibagi ke dalam dua grup besar. Berdasarkan penyebabnya ada dua kelainan. Pertama karena hipermobilitas dari sendi. "Sendi kakinya sangat fleksibel," ujar Sumono. Kelainannya disebut joint lexity. Kelainan-kelainan yang sering muncul antara lain, kaki datar (flat feet) dan kaki X (knock knee).

Kaki datar biasanya bisa diketahui pada saat anak mulai bisa berdiri. Atau, pada bayi yang belum bisa berdiri, kelainan ini tampak saat ia diberdirikan. "Biasanya, karena bayi belum aktif, kita tidak terlalu memperhatikan. Kita baru menyadari ada kelainan pada kaki anak setelah ia bisa berdiri atau berjalan," ujar Sumono. Pada kasus kaki datar, telapak kaki seperti keluar. Kelainan ini bisa berlangsung sampai anak berusia di atas satu tahun. "Hal ini bisa dikatakan bukan merupakan kelainan jika saat anak kita minta untuk berjinjit, kakinya lurus lagi. Itu berarti tak ada kelainan anatomi. "Kelainan ini terjadi hanya karena sangat fleksibelnya sendi, sehingga waktu menahan berat tubuh, jatuhnya menjadi flat feet."

Kelainan ini akan hilang seiring dengan bertambahnya usia. Untuk derajat yang ringan biasanya tak usah diberi tindakan. "Kalau waktu bayi, tidak usah diapa-apakan. Biarkan berkembang sendiri. lain halnya dengan derajat yang besar, biasanya dibantu dengan sepatu khusus. Misalnya, menambah sol sepatu di sebelah dalam sehingga kaki yang terbuka diganjal agar rata."

Kelainan yang juga kerap terjadi adalah kaki X (knock knee). Penyebabnya sama, yakni karena lembeknya ligamen sebelah dalam. "Begitu lembeknya sehingga waktu anak berdiri, kakinya terbuka membentuk huruf O," ujar Sumono. Ini juga baru tampak saat bayi berdiri. "Kalau ia tiduran, tak kelihatan," lanjut Sumono.

Kelainan seperti ini biasanya tidak berbahaya. Tetapi untuk derajat yang sangat besar, biasanya anak akan dibantu dengan sepatu yang sol bagian sebelah dalamnya ditinggikan. "Jadi, kakinya dipaksa supaya tidak membentuk huruf O," jelas Sumono. Yang lebih ekstrim, di antara kedua kaki diberi penyekat. "Kita, kan, tak ingin mengganggu aktivitas anak. Apalagi, kelainan macam ini kadang hilang sendiri."

POSISI TIDUR

Penyebab kedua adalah karena terjadinya twisting (berputar) pada tulang-tulang panjang dari kaki. "Tulang paha dan tulang kering berputar ke luar dan ke dalam, sehingga menimbulkan kelainan," ujar Sumono. Ini bisa terjadi pada tulang panjang, seperti tulang paha dan tulang kering, baik ke dalam maupun ke luar.

Penyebabnya bisa macam-macam. Misalnya posisi dalam kandungan, kebiasaan tidur setelah lahir, dan kebiasaan duduk. "Bayi yang baru lahir akan memperlihatkan beberapa bentuk kaki, seperti paha atas berputar ke luar dan tulang kering berputar ke dalam, yang akan spontan hilang dengan sendirinya. Dalam beberapa bulan pun akan hilang," terang Sumono.

Hanya, kelainan ini kadang-kadang dihambat dengan kebiasaan tidur yang salah. Misalnya, bayi yang tidur tengkurap, di mana posisi kaki berada di bawah paha. Jika kakinya biasa, tak masalah. "Tidak ada salahnya bayi tidur tengkurap asal kaki terbuka ke luar," lanjut Sumono. 

Untuk anak yang agak besar, kebiasaan duduk yang salah juga bisa memperburuk torsi. Misalnya, anak duduk dengan kaki di bawah pantat television position). "Kedua lututnya saling menempel, tetapi kedua kakinya ke luar. Posisi ini bisa membuat anak berjalan seperti bebek."

Kedua kelainan ini termasuk normal variasi. "Kalau kebiasaan kebiasaan tadi diubah, kelainan akan hilang," lanjut Sumono. Cara memperbaikinya dengan membiasakan untuk duduk bersila sambil menyilangkan kedua belah kaki (cross leg position).

KERUSAKAN OTAK

Pada umumnya, perkembangan gerak anak, seperti mulai duduk, berdiri, dan sebagainya, berhubungan dengan fungsi otak. "Karena itu, pada setiap bayi kemampuan tersebut berbeda-beda. Ada anak 6 bulan yang sudah bisa merangkak. Tetapi ada yang baru bisa melakukannya di usia 8 atau 9 bulan. Atau ada juga yang bisa duduk lebih dulu, baru merangkak."

Jadi, selain kelainan di atas, kelainan-kelainan pada kaki juga bisa disebabkan karena kerusakan-kerusakan di otak. Misalnya, cerebral palsy, yakni kerusakan otak yang terjadi karena trauma waktu lahir. "Misalnya, karena bayi mengalami kekurangan oksigen waktu lahir atau karena pada waktu bayi, ia mengalami panas tinggi dan kejang yang tidak segera diatasi, sehingga untuk beberapa saat ia tak bisa menghirup oksigen," ujar Sumono.

Sementara sampai usia 2-3 tahun, otak masih berkembang. Pada saat terjadi kekurangan oksigen, ada daerah yang rusak dan bisa mengakibatkan cerebral palsy. "Tergantung daerah mana yang kena." Sering kita lihat, orang yang jalannya kaku. "Mungkin otaknya cemerlang, tetapi kebetulan yang rusak berada di daerah motorik gerak. Di sisi lain, ada pula yang semua fungsi otaknya kena. Akibatnya, anak jadi idiot."

Kelainan pada syaraf otak juga mempengaruhi besar dari kaki. "Kalau syarafnya terganggu, selain bisa mengganggu fungsi gerak, juga bisa mengganggu kualitas dari otot-ototnya. Contohnya, orang yang terkena polio. Mereka ini, fungsi motorik geraknya mati. Sehingga, selain tak bisa bergerak, kakinya pun jadi kecil."

Sudah siap mencermati kaki si kecil?

Hasto Prianggoro/nakita