Jangan Abaikan Ukuran Lingkaran Kepala

By nova.id, Minggu, 27 Juni 2010 | 17:09 WIB
Jangan Abaikan Ukuran Lingkaran Kepala (nova.id)

Pada umumnya orang tua tak memperhatikan ukuran lingkar kepala bayi. Biasanya yang menjadi perhatian orang tua hanyalah berat badan si bayi, apakah si bayi sehat atau tidak, normal atau tidak, bagaimana pemberian makannya dan sebagainya. Namun sama sekali tak pernah terlintas di benak orang tua untuk menanyakan, "Berapa sekarang ukuran lingkar kepala bayi saya, dok? Apakah normal?"

Padahal, seperti diterangkan Dr. Dwi Putro Widodo, Sp.AK, MMed., ukuran lingkar kepala juga tak kalah penting. Sebab, "Ukuran lingkar kepala berkaitan dengan volume otak," jelas staf neurologi anak RSUPN Cipto Mangunkusumo ini. Jadi, bila ukuran lingkar kepala si bayi tak pernah dipantau, maka orang tua tak akan pernah tahu apakah ukurannya normal atau tidak.

BERTAMBAH SESUAI USIA

Ukuran rata-rata lingkar kepala bayi ketika lahir adalah 34-35 cm. Lingkar kepala ini akan bertambah 2 cm per bulan pada usia 0-3 bulan. Selanjutnya di usia 4-6 bulan akan bertambah 1 cm per bulan, dan pada usia 6-12 bulan pertambahannya 0,5 cm per bulan.

Jika ukuran lingkar kepala bayi lebih kecil daripada ukuran normalnya, maka disebut kelainan mikrosefali. Sebaliknya, bila ukuran lingkaran kepala si bayi lebih besar daripada ukuran normalnya, dikatakan kelainan makrosefali. "Perbedaannya sebesar 2 standar deviasi dari ukuran normal," jelas Dwi Putro.

Biasanya kelainan mikrosefali dan makrosefali dibawa sejak lahir. Namun ada juga kasus-kasus mikrosefali atau makrosefali yang familial atau normal. Nah, yang normal ini biasanya orang tua si bayi juga memiliki lingkar kepala demikian. Misal, bayi dengan kelainan makrosefali, ternyata orang tuanya juga makrosefali. Itulah mengapa Dwi Putro menganjurkan, "Bila si bayi ukuran lingkar kepalanya di bawah atau di atas ukuran normal, maka sebaiknya diukur juga lingkar kepala orang tuanya."

Selain faktor familial, juga harus diperhatikan apakah ada-tidak kelainan saraf. "Kalau tak ada kelainan saraf, maka hal ini normal-normal saja, terutama untuk kelainan makrosefali," terang Dwi Putro.

NON FAMILIAL

Menurut Dwi Putro, hanya sebagian kecil kasus makrosefali yang familial. "Sebagian besar lainnya adalah makrosefali non-familial yang ada sebabnya. Misalnya, hidrosefalus, yaitu kepala besar karena cairan di dalam otaknya berlebihan. Atau bisa karena faktor-faktor lain seperti adanya tumor."

Karena itulah, ujar Dwi Putro, si bayi dengan kelainan makrosefali harus pula dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan. Sekalipun fisik si bayi bagus dan orang tuanya juga berkepala besar. "Sebab, kita, kan, tak bisa melihat fungsinya yang di dalam. Apalagi jika si bayi baru berusia 1 bulan, misalnya, fungsinya masih belum begitu tampak." Biasanya dengan pemeriksaan USG atau CT-scan akan bisa diketahui, misalnya, apakah memang ada kelebihan cairan di dalam otak.

Sedangkan kelainan mikrosefali bisa disebabkan gangguan perkembangan dan infeksi pada waktu ibu hamil seperti infeksi TORCH (toksoplasma, rubella, sitomegalo virus, dan herpes). "Bisa juga karena gangguan secara keseluruhan, pertumbuhan fisik dan lain-lainnya tak sempurna." Misal, bayi yang lahir kecil, dengan sendirinya kepalanya akan kecil. Atau karena faktor gizi atau ibu sakit sehingga nutrisi ke bayi kurang. Dengan sendirinya semua bagian tubuh si bayi juga akan kurang. "Ada juga yang fisiknya bagus dan hanya kepalanya saja yang kecil."

Yang juga harus dilihat pada kelainan mikrosefali adalah seberapa besar perbedaan ukuran lingkar kepala dibandingkan ukuran kepala yang normal. "Karena ini bisa mempengaruhi kemampuan otak bayi. Kalau perkembangan otak nggak sempurna, dengan sendirinya kemampuan masing-masing bagian otak juga nggak sempurna. Ini akan berpengaruh pada kemampuan intelegensi, kemampuan motorik, kemampuan emosi, sosial, dan sebagainya."